REPUBLIKA.CO.ID, Disyariatkannya rujuk dalam Islam berfungsi untuk menjadikan pasangan suami istri berkesempatan untuk kembali berumah tangga.
Perceraian memang diperbolehkan dalam syariat. Namun, kedua pasangan diberikan kesempatan untuk merajut kembali hubungan.
'Media' untuk mempersatukan kedua pasangan itu salah satunya disebut dengan rujuk. Mengutip Ensiklopedi Hukum Islam, kata rujuk berasal dari bahasa Arab raja'a-ruju'an yang berarti pulang atau kembali.
Dalam pengertian syariah, rujuk adalah kembalinya pasangan suami istri yang sebelumnya bercerai atau talak. Suami yang menalak istrinya berhak untuk rujuk kepada istrinya selama masa idah.
Syaratnya, suami benar-benar memaksudkan untuk rujuk dan tidak memberi bahaya kepada istri. Rujuk sangat dibutuhkan karena barangkali suami menyesal telah menalak istrinya.
Ulama Mazhab Hanafi menjelaskan istilah itu sebagai media melanjutkan hubungan suami istri selama masih dalam masa menunggu akibat talak kesatu atau kedua. Mayoritas ulama menjelaskan rujuk sebagai mengembalikan wanita yang ditalak, selain dengan talak ketiga.
Rujuk hanya berlaku bagi suami yang menalak istrinya dengan talak pertama dan kedua. Allah memperbolehkan rujuk (QS al-Baqarah [2]: 288). Disyariatkannya rujuk dalam Islam berfungsi untuk menjadikan pasangan suami istri berkesempatan untuk kembali berumah tangga.
Ada dua bentuk rujuk. Pertama, rujuk dalam talak pertama dan kedua. Kemudian, rujuk dalam talak ketiga. Untuk yang pertama, ulama sepakat rujuk dapat dilakukan hanya dengan suami berkata atau melakukan tindakan yang mengarah kepada rujuk, yaitu menggaulinya atau mencumbunya.
Rujuk setelah terjadinya talak pertama dan kedua tidak membutuhkan mahar, wali, dan tidak perlu adanya izin dari istri yang dirujuk. Rujuk yang seperti ini hanya bisa dilakukan jika pasangan bercerai dan istri masih dalam masa menunggu.
Jika sudah keluar dari masa menunggu, tidak ada lagi kesempatan rujuk. Kalau suami masih ingin rujuk, harus menikahi wanita yang dirujuk.