REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah akan lebih diarahkan untuk mengembangkan pelayanan pembiayaan sektor-sektor produksi pada 2013. Dukungan pembiayaan kepada sektor produktif dinilai tidak hanya mampu meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah tapi juga mendukung perekonomian nasional.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah mengatakan, 2013 merupakan tahun transisi pengawasan mikroprudential perbankan dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga untuk menghadapi kebijakan baru yang mulai efektif pada 1 Januari 2014 itu, BI memandang perlu melakukan pengembangan dan kebijakan syariah.
Perbankan syariah membutuhkan akses informasi dalam mendapatkan pasar pembiayaan produktif. Oleh karena itu, perbankan syariah diharapkan dapat menyiapkan rencana pengembangan bisnis ke sektor-sektor produksi. "Perbankan syariah juga perlu mempersiapkaan pengendalian risiko terkait konsentrasi usahanya, antara lain melalui persiapan manajemen risiko produk," ucapnya.
Pertumbuhan sektor produktif yang ekspansif dan berkesinambungan membutuhkan prasyarat pengembangan infrastuktur dan struktur industri yang efisien. Untuk itu, kata Halim, BI akan melakukan kajian efisiensi dan struktur biaya perbankan syariah dan potensi pengembangan skim pembiayaan yang islami. "BI akan terus menyempurnakan regulasi terkait produk perbankan syariah," ucapnya.
Bank syariah terkadang tidak seleluasa bank konvensional dalam mengembangkan produk. Hal ini seringkali membatasi bank syariah dalam inovasi produk. Menurut Halim, jika keterbatasan tersebut tidak berkaitan dengan aspek kesyariahan, maka dapat dikaji bersama dengan regulator dan asosiasi. Namun jika keterbatasan pada aspek syariah selain dikaji bersama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN).