REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Pemerinta mendukung penerapan teknik silvikultur intensif dalam melakukan rehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan.
"Kami mendukung teknik silvikultur intensif (silin) yang dikembangkan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kami akan membuat peraturan pemerintah untuk menggunakan teknik silin dalam pengelolaan produksi hutan," kata Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, pihaknya akan mendukung dengan anggaran melalui perubahan Peraturan Pemerintah (PP) agar dana reboisasi bisa dikembalikan dalam bentuk penanaman kayu kembali.
"Teknik silin sebagai hasil kajian akademik yang sudah teruji seharusnya bisa dimanfaatkan secara luas oleh para pengguna dan pengelola hutan," katanya.
Ia mengatakan dirinya sudah melihat langsung praktik pemanfaatan teknik silin di beberapa kawasan hutan di Kalimantan. Teknik silin memang bagus, produktivitas meningkat 8-10 kali dibandingkan hutan alam.
"Jika menebang hutan alam 1.000 hektare, dengan teknik silin cukup 100 hektare saja dengan hasil yang sama," katanya.
Menurut dia, melalui teknik silin, pengelola hutan tidak membutuhkan areal hutan yang lebih luas untuk mendapatkan produktivitas kayu yang dinginkan, sekitar 10 persen saja luasan hutan yang dibutuhkan.
"Selain produktivitasnya yang tinggi, teknik silin juga mampu mempercepat masa panen. Meranti itu panennya 60 tahun, dengan silin bisa 15-20 tahun dengan diameter sama besar," katanya.
Pengembang teknik silin dari Fakultas Kehutanan UGM, Soekotjo, mengatakan teknik ini digunakan untuk membangun kembali hutan tropis bekas tebangan menjadi hutan sehat, prospektif, dan lestari.
"Teknik silin telah diterapkan lebih dari 70.000 hektare di berbagai lokasi. Bahkan dengan teknik itu produktivitas kayu naik menjadi 8-10 kali lipat dan jangka waktu masa panen lebih cepat," katanya.
Menurut dia, silin adalah salah satu teknik terbaik untuk merehabilitasi hutan bekas tebangan. Teknik ini menggunakan spesies asli hutan humida tropis Indonesia dengan memanfaatkan ruang jalur 15 persen di dalam total kawasan hutan yang dikelola.
"Silin memberikan 85 ruang tersisa sebagai kawasan konservasi. Teknik ini juga terbukti mampu mempertahankan kondisi hutan humida tropis dalam meningkatkan serapan karbon, perbaikan tata air, dan perlindungan biodiversitas," kata Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM itu.
Silin dikembangkan oleh tiga staf pengajar Fakultas Kehutanan UGM, yakni Soekotjo, almarhumah Oemi Hani'in Suseno, dan Muhammad Naiem sejak awal 1990.