REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi minuman keras atau minuman beralkohol segera berlaku secara nasional. Tidak ada ketentuan yang mengatur ada perbedaan perlakuan untuk daerah-daerah tertentu. Hal itu termaktub dalam naskah Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Miras) yang diterima Republika, Selasa (18/12).
Dalam draf tersebut, RUU Miras terdiri dari 20 pasal. Pada Pasal 8 berbunyi, “Larangan minuman beralkohol berlaku secara nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Adapun sanksi pidana terhadap setiap orang yang berurusan dengan miras tertuang dalam pasal 16, 17, dan 18.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, Bali, Ida Bagus Rahoela, menyatakan, masyarakat Denpasar tidak keberatan dengan rencana pembuatan UU Miras. Menurut Rahoela, undang-undang yang diinisiasi Fraksi PPP tersebut justru akan membantu Pemkot Denpasar mengendalikan peredaran miras di daerahnya.
“Karena peredaran miras yang tidak dikendalikan, bisa menimbulkan masalah di masyarakat,” kata Rahoela kepada Republika, Selasa (18/12).
Dia melanjutkan, Denpasar memang memerlukan peraturan yang bersifat mengendalikan peredaran miras. Dengan begitu, miras yang tadinya cenderung merusak bisa memberikan nilai tambah yang positif.
Namun demikian, Rahoela menyatakan, melarang peredaran miras secara total di Denpasar dan seluruh wilayah Bali hampir tidak mungkin. Alasannya, dalam kegiatan tertentu pada upacara keagamaan di Bali juga menggunakan miras atau tuwak. Selain itu, kegiatan kepariwisataan bisa terganggu lantaran banyak wisatawan mancanegara kerap meminta atau memesan miras.
"Jadi, yang kita perlukan adalah mengatur peredarannya, bukan memberangusnya sama sekali," kata Rahoela.