REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 'Politik ikan' mengawali politik 2012. Partai politik (parpol) yang berkoalisi dalam 'panji' pemerintahan SBY-Boediono saling adu mulut. Adalah Sutan Bathoegana yang memulai itu semua. Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat ini tanpa tedeng aling-aling menyebut Partai Golkar dan PKS sebagai ikan Salmon.
Tudingan tersebut, bagi Sutan, setidaknya memiliki alasan tersendiri. "Dua partai itu yang terus menyerang SBY. Makanya saya katakan ini kelompok ikan Salmon," ujar Sutan ketika dihubungi, Jumat (6/1).
Kenapa ikan Salmon?, karena menurut dia, tindak tanduk politik dua parpol tersebut layaknya intelektual kagetan yang serampangan dalam berbicara. Golkar dan PKS, dinilai Sutan, hanya menomorsatukan eksistensi tanpa melihat dampak negatif dari perilaku politiknya.
"Mereka tak akan berhenti menyalurkan syahwat politiknya sampai dia orgasme politik," ujarnya.
Pendapat kurang lebih sama juga disampaikan rekan Sutan di partai berlambang Mercy itu, Ramadhan Pohan. Wakil Sekjen Partai Demokrat ini beranggapan kedua parpol tersebut selalu menstigmakan negatif terhadap Pemerintahan SBY-Boediono. Tak ayal jika kemudian, ia mengatakan, Golkar dan PKS tak memiliki itikad baik.
Ia pun lantas menyerang secara pribadi Wakil Bendahara Partai Golkar Bambang Soesatyo, yang dinilainya melulu menghubungkan kasus bailout Bank Century dengan Partai Demokrat.
"Bamsat (Bambang Soesatyo-red) yang atas perintah ketumnya, sepertinya ingin manarget SBY. Mungkin tujuannya supaya Ical (Aboerizal Bakrie-red) yang gantikan SBY pasca-2014. Mimpi saja kali," katanya.
Merasa partainya direndahkan, Ketua DPP PKS, Nasir Djamil balas menyerang dengan menyebut Partai Demokrat ikan Piranha. "Partai Demokrat itu piranha. Pikiran, hati, dan bicara suka beda," katanya melalui pesan singkat, Jumat (6/1).
Pernyataan itu ia lekatkan pada kasus Bank century. Bagi dia, kasus tersebut memang harus konsisten untuk disuarakan. Namun sayangnya, masih menurut dia, Partai Demokrat terkadang memiliki pemikiran yang berbeda dengan tindakan, sehingga kerap mengalami gejala stroke politik.
Akibatnya, lanjut Wakil Ketua Komisi III DPR RI tersebut, sering membolak-balikan fakta yang ada. "Kita konsisten kok dibilang menyerang. Justru Partai Demokrat seharusnya juga ikut membereskan dan menuntaskan kasus Century agar tidak ada dusta di antara partai koalisi," tegasnya.
Reaksi Partai Golkar tidak sekeras PKS. Melalui Ketua Fraksinya, Setya Novanto, Golkar menyanggah tuduhan partner koalisinya tersebut. Ia justru menegaskan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie, mendukung segala kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Beliau (Aburizal-red) memerintahkan kita dalam rapat terakhir untuk mengamankan pemerintahan SBY-Boediono sampai 2014. Saya selaku ketua fraksi selalu mendapat perintah membantu kebijakan SBY," katanya ketika dihubungi.
Bagi Ramadhan Pohan, jika Golkar mendukung Pemerintahan SBY-Boediono, harusnya mendorong kasus Century diselesaikan melalui jalur hukum. Jika hal itu yang terjadi, lanjut dia, Demokrat juga akan melakukan hal yang sama, bahkan tidak akan menghalang-halangi prose hukum.
"Jangan terus memojok-mojokkan kami. Kami telah membuktikan tidak pernah mengintervensi hukum, beda dengan Golkar yang begitu kena senggol hukum sedikit, langsung lakukan intervensi dengan pernyataan-pernyataan yang mengintimidasi," ungkapnya seraya menyetil.
Pertikaian sesama anggota parpol pendukung 'panji' SBY-Boediono itu, dinilai PKB sebagai bentuk politik kekanak-kanakan. Menurut Ketua Fraksi PKB, Marwan Ja'far, anggota DPR dinilainya tak perlu melakukan itu, karena hanya akan merusak reputasi di mata masyarakat. "Saya prihatin, seharusnya ini tidak terjadi," ujarnya.
Seharusnya, tutur dia, sebagai anggota DPR, berdebat seputar legislasi. Akan semakin menarik jika perdebatan dilangsungkan seputar penegakkan hukum seperti kasus Mesuji, Bima, dan Aceh. "Kalau ini baru perdebatan, bukan seperti ikan salmon dan lainnya itu," papar Marwan.
Dia mengatakan, hal itu tidak memperlihatkan DPR menggunakan rasionalitasnya sebagai wakil rakyat. Yang terjadi kemudian, bukanlah logika yang bermain, tetapi emosi. Selama emosi yang dikedepankan, jelas Marwan, maka hasilnya adalah ketidakpastian. Akan sulit untuk mencapai titik temu.
Marwan menyatakan semuanya harus kembali berdialog. Fraksi-fraksi di DPR harus berembuk atau duduk bersama. "Mari ngopi-ngopi lagi. Mari berdiskusi tertawa bersama," paparnya. Hal ini dinilainya akan lebih menghasilkan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan negeri ini, ketimbang semakin memanaskan isu Ikan Salmon dan lainnya.
Melihat pajangnya pertikaian 'politik ikan' parpol koalisi, membuat Ketua Umum partai Golkar, Aburizal Bakrie angkat bicara. Tidak hanya itu, ia bahkan memerintahkan kader untuk menyiapkan suasana teduh dalam koalisi.
Pria yang akrab disapa Ical ini meminta agar kader Golkar di DPR menghindari perilaku kurang produktif tersebut. Alasannya, masyarakat tidak mendapatkan keuntungan dari kegaduhan semacam itu.
"Dengan istilah ikan Salmon, ikan teri, ikan Tongkol dan ikan Paus itu bukan hanya membuat kontekstual politik tergerus. Tapi juga menjadi kegaduhan politik tidak produktif," tuturnya di Jakarta.
Karena itu, ia meminta, agar kader Golkar lebih mendorong untuk memandirikan bangsa. Apalagi banyak kasus konflik sosial yang terjadi akhir-akhir ini. Seperti sengketa agraria yang diwarna pelanggaran HAM dan keengganan menghormati penegak hukum. "Bersama Golkar hentikan kegaduhan itu. Darah dan airmata sudah cukup mengalir," papar dia.
Persaingan politik, katanya, harus beretika. Perdebatannya pun harus berkonseptual dengan gagasan yang visioner untuk mengatasi masalah bangsa.
Imbaun yang sama juga disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu mengatakan suhu politik 2012 bakal memanas karena semakin mendekati pemilu 2014. Ia mengharapkan, panasnya suhu politik tidak mengganggu kinerja pemerintahan.
SBY juga meminta agar jajaran pemerintahan terus bergiat dan konsentrasi dengan pekerjaannya. Tak hanya itu presiden juga meminta pemerintah bersikap tenang.
Sekjen Golkar, Idrus Marham, menyatakan, sebagai politisi, DPR harus menjunjung tinggi etika agar tercipta politik santun. Politik seperti itu adalah bentuk bahwa DPR berakhlak mulia. "Jadi mari kita jaga dan tingkatkan akhlak dalam berpolitik," paparnya di Jakarta, Selasa (10/1).
Pihaknya sudah meminta agar kader-kader Golkar tidak lagi menanggapi masalah hinaan Ikan Salmon. Karena hal itu dinilainya tidak menguntungkan semua pihak.
Pakar Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk, menyatakan semua hal yang berkaitan dengan permasalahan internal bisa diselesaikan dengan bermusyawarah. Sebab, hal tersebut merupakan tradisi Bangsa yang tertuang dalam Pancasila, sila keempat. Masih ada kesempatan untuk berubah jika memang DPR ingin menjadi lebih baik. "Belum terlambat bagi mereka untuk menjadi lebih baik," paparnya.