REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum diterapkan demi membela keadilan dan kebenaran, tidak memandang yang kuat dan yang lemah, tidak kenal yang kaya dan yang miskin, tidak membedakan yang pejabat dan pengangguran. Hukum dijunjung untuk menegakkan harkat martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan dalam tatanan hidup bernegara.
Dalam realitas kehidupan sistem di Indonesia, tugas ini diserahkan kepada para penegak hukum dan pelayan masyarakat. Dalam kelembagaan, ada Kepolisian dan Kejaksaan, serta lembaga kehakiman. Khusus untuk korupsi, lembaga adhoc yang diutamakan untuk memberantas korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga yang terdiri atas unsur kepolisian dan kejaksaan.
Lembaga-lembaga ini diharapkan menjadi ponggawa penegakan hukum di Indonesia. Namun, pada kenyataannya, seperti peribahasa, "Tak ada gading yang tak retak" itu sepertinya tepat menggambarkan kondisi dalam tubuh penegak hukum negara ini. Penegak hukum yang tugasnya membela kebenaran, mengalami 'keretakan' dengan disusupinya korupsi.
Isu suap, gratifikasi, dan jenis-jenis korupsi lainnya tetap merebak pada 2012. Bahkan, sejak menginjak 1 Januari 2012, Indonesia Corruption Watch memprediksikan, tahun ini masih menjadi tahun bebasnya para koruptor. Bahkan, tindak pidana korupsi di era reformasi ini lebih sulit diberantas dibandingkan era Orde Baru.
***
Koordinator Divisi Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan, "Korupsi pada era reformasi kebanyakan dilakukan secara 'berjamaah' dan sulit terkendali," katanya saat seminar nasional "BUMN dan Kampanye Antikorupsi" di Auditorium Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta, Selasa (24/12).
Menurut Agus, aksi korupsi pada era reformasi juga cenderung sulit, dilacak padahal melibatkan banyak aparat penegak hukum. "Berbeda dengan era orde baru yang cenderung sentralistik ke keluarga Cendana, termasuk militer," katanya.
Lihat saja kasus penyuapan hakim yang menyebabkan pengurangan masa hukuman, lalu ada kasus sama yang terjadi pada jajaran di kejaksaan. Tak hanya itu, dugaan korupsi juga melanda di kepolisian. Contoh-contoh kasus yang mencuat di 2012 adalah suap hakim Syaifuddin dan hakim di Bandung.
Tak hanya itu, terjadi pula kasus pelanggaran moral dan etika hakim yang menyebabkan hakim agung Achmad Yamanie dipecat terkait perkara gembong narkoba Hengky Gunawan, juga hakim Puji yang tertangkap tengah mengonsumsi narkoba.
Di instansi lainnya, tak jauh berbeda. Contohnya di Kejaksaan, seperti dalam kasus Jaksa Cirus yang mengubah dakwaan atas perkara korupsi Gayus Tambunan. Jaksa di Cibinong yang diduga menerima suap pula.
Belum lagi kasus lainnya, seperti perkara di kepolisian. Kasus dugaan korupsi Simulator SIM yang ditangani oleh Korlantas Polri terangkat di 2012. Kasus ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga oleh kepolisian sendiri. Malahan, dalam penanganan kasus ini pula, dua penegak hukum 'berseteru', hingga terjadi gugatan perdata.
***
Agus dari ICW menambahkan, pada era orde baru modus-modus penyimpangan tidak banyak berubah. "Korupsi pada era reformasi, seperti korupsi di BUMN di era reformasi ini yang sulit ditelusuri," katanya.
Hal sama juga dikatakan Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu yang mengatakan sulit menemukan penyimpangan di BUMN. "Ini merupakan wilayah abu-abu BUMN, musuh utamanya bukanlan korupsi, melainkan efisiensi," katanya.
Dia menilai BUMN yang sehat akan korupsi belum tentu efisien karena peraturan dibuat oleh direksi itu sendiri. Said menyebutkan terdapat tiga hal yang mengindikasikan tindak korupsi, yaitu melanggar hukum, merugikan negara, menguntungkan diri sendiri dan orang lain.
Direktur Perum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, Saiful Hadi, menduga adanya tindakan korupsi yang "selang-seling" antara pihak legislatif dan eksekutif yang sangat mencolok di mata publik. Hal inilah yang muncul di 2012. Dengan berbagai laporan dugaan suap eksekutif ke legislatif.
"Meski pemberantasan korupsi ini masih jauh dari yang diharapkan. Karena itu perusahaan-perusahan diharapkan konsisten dalam menerapkan 'Good Corporate Governance'," katanya.
Penerapan 'Good Corporate Governance' itu dapat dilakukan di berbagai perusahaan. Dalam kelembagaan negara, bentuknya bisa disebutkan dalam reformasi birokrasi. Namun, seefektif mana kedua sistem itu dapat diberlakukan? Hal itu terpulang kembali kepada niat untuk menjunjung kebenaran dan menegakkan keadilan dari semua pihak.