REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Suriah butuh perubahan nyata untuk mengakhiri konflik berdarah di negaranya. Hal itu diserukan utusan internasional PBB, Lakhdar Brahimi di Damaskus, Kamis (27/12).
Brahimi, pada akhir perjalanan lima hari ke Suriah, saat dia bertemu dengan Presiden Bashar al-Assad, juga mengatakan transisi pemerintah harus dibentuk dengan kekuatan penuh untuk memerintah negara ini hingga pemilu baru.
Ia tidak merinci apa langkah-langkah yang duperlukan tetapi mengatakan bahwa hanya perubahan substansial yang akan memenuhi tuntutan biasa masyarakat Suriah.
"Tentu saja itu jelas di Jenewa, dan itu bahkan lebih jelas sekarang bahwa perubahan yang dibutuhkan bukan kosmetik atau buatan," kata Brahimi, merujuk ke pertemuan internasional mengenai Suriah di Swiss enam bulan lalu.
"Saya percaya bahwa orang-orang Suriah membutuhkan, menginginkan dan bercita-cita untuk perubahan asli dan semua orang tahu apa artinya ini."
Brahimi, seorang diplomat veteran, menjadi utusan PBB untuk Suriah sejak Agustus 2012. Ia dipilih setelah utusan sebelumnya, Kofi Annan, mengundurkan diri pada 2 Agustus. Annan mengeluhkan kurang dukungan dari negara-negara besar di Dewan Keamanan PBB.
Akibat konflik selama 21 bulan di Suriah, lebih dari 44.000 warga Suriah telah tewas. Organisasi Kesehatan Dunia PBB mengatakan, Rumah Sakit Damaskus, Suriah kini menerima 70 sampai 100 pasien per hari yang setelah ditelusuri ternyata menderita cedera luka bakar, dan luka-luka tembakan dari ledakan akibat meningkatnya kekerasan.