REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen Partai Golkar, Nurul Arifin, menilai tindakan Bupati Garut, Aceng Fikri, yang melaporkan Mendagri Gamawan Fauzi ke Mabes Polri sebagai bentuk kepanikan serta tidak percaya diri. Menurutnya, lebih baik Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan, apakah benar telah terjadi pelanggaran hukum atas tindakannya atau tidak.
‘’Tidak pada tempatnya melaporkan mendagri. Menteri hanya bertugas menjalankan perintah undang-undang yang ada di atasnya,’’ ujar dia, Jumat (28/12).
Sebelumnya, Aceng melaporkan mendagri karena dianggap mengeluarkan pernyataan di berbagai media yang secara langsung telah memengaruhi keputusan DPRD yang kemudian mengeluarkan rekomendasi untuk memecat Aceng sebagai bupati.
DPRD Garut mengusulkan pemecatan Aceng ke MA. Ini lantaran, kader Partai Golkar tersebut dianggap telah melanggar pasal 2 ayat 2 UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan. Pernikahannya dengan Fany Oktora yang hanya berlangsung empat hari menjadi bermasalah, karena tak dicatatkan secara resmi. Masalah lainnya, termasuk Pasal 4 UU Perkawinan yang mengatur bahwa pernikahan kedua kalinya harus seizin pengadilan.
“Rekomendasi pemberhentian itu berdasarkan mekanisme yang diatur dalam UU 32/2004 yang diterjemahkan dalam PP Nomor 6/2005 tentang pemberhentian kepala daerah atau wakilnya.
Menurut Nurul, jika semua kepala daerah bermasalah tidak dikenakan efek jera, maka kejadian seperti ini akan berulang terus. ‘’Saya berharap mendagri tetap fokus pada inti masalah dan tidak terganggu dengan hal-hal yang tidak substantif,’’ papar anggota Komisi II DPR tersebut.