REPUBLIKA.CO.ID, KADUNA, NIGERIA--Tentara Nigeria mengatakan pihaknya menewaskan lima "tersangka teroris" dan menghancurkan satu pabrik pembuat bom pada Kamis di kota Kaduna, tempat kelompok Boko Haram aktif.
Kaduna, di daerah utara yang berpenduduk mayoritas Muslim, telah jadi sasaran beberapa serangan oleh Boko Haram sejak kelompok gerilyawan itu meningkatkan aksinya dalam dua tahun lalu. "Saat mendekat pabrik itu, beberapa gerilyawan melepaskan tembakan dan juga melemparkan bom-bom rakitan (IED) ke pasukan," kata juru bicara militer Sani Kukasheka Usman dalam satu pernyataan.
"Baku tembak itu mengakibatkan tewasnya empat gerilyawan sementara dua orang lainnya yang cedera sedang dirawat." Usman mengatakan tujuh senapan, kabel peledak, pemicu ledakan dan bahan peledak ditemukan dan dihancurkan.
Boko Haram membunuh ratusan orang tahun ini dalam kampanye untuk memberlakukan hukum Islam di Nigeria utara. Sekte itu adalah ancaman terbesar pada stabilitas di negara pengekspor minyak terbesar Afrika itu.
Di pangkalannya di kota Maiduguri di timur laut, tujuh orang dibunuh oleh para penyerang tidak dikenal Rabu, kata seorang juru bicara polisi. Seorang saksi mata mengatakan ia melihat tujuh mayat. Pria-pria bersenjata membunuh enam orang di satu gereja di kota Potiskum Selasa, tahun ketiga acara kebaktian Natal dilanda serangan yang mematikan.
Tetapi Boko Haram tidak hanya ancaman bagi Nigeria utara. Kelompok Ansaru, yang punya hubngan dengan Boko Haram, meningkatkan kegiatannya dalam pekan-pekan belakangan ini. Kelompok itu mengklaim satu serangan terhadap satu barak penting polisi di ibu kota Abuja bulan lalu, di mana pihak itu mengatakan ratusan tahanan dibebaskan.
Kelompok itu mengatakan Sabtu bahwa pihaknya berada di balik penculikan seorang warga Prancis pekan lalu dan kelompok itu dicap Inggris sebagai "kelompok teroris."
Keamanan ditingkatkan di seluruh daerah utara negara yang paling banyak penduduknya di Afrika itu. Setidaknya 2.600 orang tewas dalam pertempuran sejak Boko Haram melacarkan pemberontakan terhadap pemerintah tahun 2009, kata kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) yang bermarkas di New York.