Sabtu 29 Dec 2012 11:36 WIB

Akhir Tragis Korban Perkosaan, Mampukah Mengubah India?

Polisi India
Foto: radioaustralia.net.au
Polisi India

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Meninggalnya perempuan korban perkosaan di India, Sabtu (29/12), membuat Perdana Menteri India, Manmohan Singh merilis pernyataan dukanya. 

Tapi, sebelum Pemerintah India menaruh kepedulian besar terhadap kejahatan yang menimpa mahasiswi sekolah fisioterapi ini, Pemerintah sempat 'tuli' terhadap berbagai kekerasan yang menimpa warganya. Adanya demonstrasi besar-besaran selama beberapa hari, sempat dilawan pihak aparat dengan serangan gas air mata berbagai bentuk kekerasan lainnya.

Pihak kepolisian India mencatat, setiap 18 jam terjadi satu perkosaan terhadap wanita di kota New Delhi. "Kota New Delhi jadi kota paling banyak terjadi kasus pelecehan seksual," begitu data dari kepolian India seperti dituliskan Aljazeera.

Tidak hanya kasus perkosaan, kasus pelecehan yang dilakukan pria terhadap wanita di New Delhi pun terus merajalela. Dalam catatan kepolisan, kasus pelecehan terhadap wanita New Delhi terjadi setiap rentang 14 jam. Walhasil daerah berpenduduk 18 juta jiwa itu jadi zona berbahaya bagi wanita.

Kini, setelah kasus pemerkosaan yang terjadi di dalam bus memicu kemarahan warga India dan dunia, Pemerintah India mulai mengakui ada yang salah dalam tatanna sistem kemasyarakatan di sana. 

Dikutip dari The Globe and Mail, Sabtu (29/12), Singh mengungkapkan, munculnya perempuan di ruang publik, merupakan bagian mutlak dari emansipasi sosial. Tapi, hal tersebut diikuti oleh ancaman terhadap kubuh dan keselamatan. 

"Kita harus merenungkan masalah ini," ujar Singh.

Penulis asal India, Rituparna Chatterjee juga mendesak adanya revolusi dari Pemerintah untuk memberi perlindungan lebih kepada masyarakat.  "Kita semua tahu siapa yang salah. Kita harus mendidik laki-laki dengan lebih baik di masa depan," ujarnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement