REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang pemilu presiden, Amerika Serikat dilanda musibah. Badai Sandy menghantam wilayah pesisir bagian timur Amerika Serikat (AS). Sekitar 60 juta warga yang berada di lintasan badai terdampak terjangan Badai, terutama di kawasan New York dan New Jersey.
Pemerintah setempat menetapkan status darurat di beberapa wilayah negara bagian. Badai juga memaksa dua kandidat presiden AS, Barack Obama dan Mitt Romney, menghentikan kampanye politiknya ke negara-negara bagian yang terancam serangan badai.
Lebih dari 8,5 juta rumah tangga di Amerika Serikat (AS) sempat tak mendapat aliran listrik akibat Badai Sandy. Kawasan dari Maine, Michigan, hingga Carolina Utara mengalami pemadaman lampu sejak Selasa (30/10) sore.
New York Times mengabarkan, 17 negara bagian mengalami pemadaman sejak Badai Sandy melanda hingga kini. Jumlah 8,5 juta tersebut merupakan tujuh persen dari total penduduk AS.
Berikut 17 negara bagian yang mengalami pemadaman berdasarkan laporan AP. Beberapa di antaranya New Jersey (2,5 juta rumah), New York (2,3 juta rumah), Pennsylvania (1,2 juta rumah), dan Connecticut (615 ribu rumah).
Selain itu pemadaman juga melanda 290 rumah masing-masing di Maryland dan Massachusett, serta 271 ribu rumah di West Virginia, 250 ribu di Ohio, 210 ribu rumah di New Hampshire, 180 ribu di Virginia, 110 ribu rumah di Rhode Island, 86 ribu rumah di Maine, 79 ribu rumah di Michigan, 10 ribu rumah di California Utara, serta 45 ribu rumah masing-masing di Delaware Washington DC.
Sedikitnya 113 orang tercatat tewas dalam Badai Sandy yang menerjang dan memporak-porandakan Amerika Serikat dan Kanada, pada akhr Oktober lalu
Badai Sandy yang menghantam AS Selasa kemarin membawa kerugian hingga triliunan rupiah. CNN mengabarkan, total kerusakan properti dan bisnis diprediksi mencapai USD 10 hingga 20 miliar atau sekitar Rp 100 hingga 200 triliun.
Nilai kerugian tersebut diduga akan membawa kerugian perusahaan asuransi. Angka kerugian diprediksi lebih tinggi hingga USD 30 miliar. Menurut perkiraan perusahaan IHS Global Insight, hingga badai usai kerugian kerusakan sebanyak USD 20 miliar atau sekitar Rp 200 triliun.
Sementara kerusakan bisnis mencapai USD 10 hingga 30 miliar atau sekitar Rp 100 hingga 300 triliun. Namun perusahaan lain, AIR Worldwide memprediksi kerugian hanya sebesar USD 15 miliar atau Rp 150 triliun.
Prediksi jumlah kerugian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan badai Katrina di tahun 2005 yang membawa kerugian USD 108 miliar atau sekitar Rp 1.080 triliun. Jika diperingkat, badai kali ini hanya menduduki peringkat tujuh kerugian terbesar setelah bencana Katrina tahun 2005, Ike tahun 2008, Andrew tahun 1992, Wilma tahun 2005, serta Ivan dan Charley ditahun 2004.