REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai kenaikan TDL yang diterapkan pada awal Januari 2013 memberatkan perekonomian buruh.
"Jelas kenaikan TDL akan berdampak bagi buruh," kata Presiden KSPI, Said Iqbal, Rabu (2/1).
Said menuturkan, naiknya TDL akan menyebabkan meningkatnya tanggungan para buruh. "Rumah kontrakan atau KPR buruh menggunakan listrik diatas 450 dan 900 kwh sehingga buruh akan mengalami kenaikan pembayaran listrik bulanan berkisar 15 ribu-25 ribu rupiah per bulan. Ini berarti kenaikan upah buruh akan turun 5% dari kenaikan rata-rata upah minimum sebesar 500-700 ribu per bulan. Ini berarti daya beli buruh menurun," kata Said.
Kedua, lanjut Said, kenaikan harga TDL akan memicu kenaikan harga barang-barang lainnnya khususnya barang olahan yang pabriknya menggunakan listrik. Termasuk pemilik rumah kontrakan untuk buruh sudah berancang-berancang menaikan harga sewa kontrakan 50 ribu-100 ribu per bulan sehingga kenaikan upah menjadi sia-sia.
"Disamping itu, kenaikan TDL juga akan membebani pengusaha, sehingga akan menekan biaya buruh/labour cost yaitu menekan kenaikan berkala/tahunan upah buruh yang bermasa kerja diatas satu tahun atau pengusaha menghapus tunjangan transport dan tunjangan lainnya yang sudah dijadikan satu dengan nilai kenaikan upah minimum yang diterima buruh," kata Said.
Kebijakan pengusaha ini, lanjut Said, jelas akan merugikan pendapatan buruh akibat naiknya TDL. Oleh karena itu, KSPI dan MPBI menolak kenaikan harga TDL dan mendesak pemerintah mendorong PLN melakukan efisiensi dengan cara menggunakan batu bara untuk pembangkit listrik bukan lagi dengan BBM.