REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus Bupati Buol, Amran Batalipu, yang melibatkan pengusaha Hartati Murdaya kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/1).
Pada sidang kali, agendanya akan menghadirkan beberapa saksi yang meringankan (a de Charge). Saksi-saksi tersebut adalah Raja Buol ke-X, Ibrahim Turungku yang datang ke Jakarta khusus untuk membela Hartati. Karena, bagi dia, Hartai memiliki jasa yang besar, yakni memajukan perekonomian rakyat Buol.
Selain itu, ada tokoh masyarakat Buol dan Sekretaris DPRD Buol, Mansur Sadu, dan anggota DPRD Buol Arifin Lasman. Kepastian tentang hal ini disampaikan oleh kuasa hukum Hartati Murdaya, Dodi Abdul Kadir, kepada wartawan, Kamis (3/1).
Dijelaskan, Raja Ibrahim Turungku tiba di Jakarta sejak Selasa lalu, dan hari Kamis siap hadir di Pengadilan Tipikor sebagai saksi meringankan bagi Hartati Murdaya.
Dodi Abdul Kadir sebagai kuasa hukum Hartati Murdaya menyatakan kesediaan Raja Buol ini didasari keyakinan bahwa Hartati Murdaya tak mungkin melakukan penyuapan sebagaimana yang dituduhkan. Hartati jugadipandang berjasa besar mengembangkan daerah Buol dari yang sebelumnya terbelakang menjadi daerah yang layak dimekarkan menjadi satu kabupaten tersendiri.
Di mata Raja, Hartati dinilai sebagai pelopor investasi di Buol yang telah memberikan pekerjaan bagi ribuan warga serta memiliki peranan besar dalam memajukan perekonomian rakyat Buol.
"Jadi Raja Buol yakin bahwa Ibu Hartati tidak bersalah dan tidak layak dihukum, para tokoh masyarakat Buol juga tidak rela Ibu Hartati dipersalahkan," kata Dodi.
Wilayah Buol sejatinya merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sejak abad ke-13. Meski sekarang menjadi wilayah kabupatenkeberadaan kerajaan tetap dipertahankan dan kini dipimpin oleh Raja Ke-XII Ibrahim Turungku yang bertahta di Rumah Kumali (Istana Raja) di Buol, Sulawesi Tengah.
Saksi Ahli
Dodi Abdul Kadir juga menjelaskan bahwa agenda persidangan hari Kamis juga akan diisi pemeriksaan dua orang saksi ahli yang meringankan Hartati Murdaya. Yakni pakar hukum pidana Universitas Indonesia Dr Eva Ahyani Zulfa SH MA dan ahli pertanahan Dr BF Sihombing MA.
Pakar hukum pidana Dr Eva Ahyani Zulfa SH akan diminta memberikan kesaksian bahwa rekaman telepon antara Hartati dengan Amran Batalipu tidak bisa dijadikan bukti hukum karena hanya sekedar berupa rekaman pembicaraan yang tidak disertai tindakan pidana, sehingga kalau Hartati tidak ada kesalahan maka tida ada pidana.
Sementara itu, Dr BF Sihombing akan diminta menjelaskan bahwa posisi PT HIP atau Hardaya Inti Plantation sangat kuat karena telah memiliki semua perijinan yang syah untuk perkebunan kelapa sawit di Buol, sehingga tidak perlu mengurus perijinan lagi.
"Ini perlu ditegaskan bahwa pada saat kasus ini terjadi, PT HIP dalam posisi tidak perlu mengajukan ijin baru, sehingga kalaupun ada pemberian dana dari perusahaan kepada Bupati Buol (Amran Batalipu, red) hal itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengurusan perijinan," tandas Dodi.