REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angelina Sondakh mempertanyakan hukuman yang diterimanya sangat berat dalam kasus korupsi Wisma Atlet yang membelitnya.
"Saya menggugat ketidakadilan dalam persidangan, menggugat pembohong sejati atau 'true liers' dalam kasus ini," kata Angie saat membaca nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (3/1).
"Saya," lanjut Angelina, "diperlakukan secara tidak adil, dan menjadi korban peradilan yang tebang pilih. Mengapa saya sebagai orangtua tinggal, wanita yang tidak berdaya, tidak tertangkap tangan dan bukti tidak mendukung tapi dituntut sangat berat?"
Wanita yang akrab disapa Angie itu menuturkan, contoh bukti yang tidak mendukung adalah pernyataan Wakil Direktur Permai Grup Yulianis dan staf bagian keuangan Oktarina Fury di persidangan yang mengaku tidak pernah menyerahkan uang kepada Angie.
Angie menganggap tuntutan jaksa pada 20 Desember 2012 sebagai 'ledakan petir di siang bolong'. "Mengapa saya harus dituntut 12 tahun dengan mengembalikan sekitar Rp 32 miliar, dimana kesalahan saya? Apa saya sudah melakukan kejahatan luar biasa dan lebih hina dari Nazar dan Mindo yang dihukum karena tertangkap tangan memberikan suap di kantor Kemenpora?," papar Angie.
Mantan Putri Indonesia 2001 itu juga menilai bahwa saksi dari Permai Grup tidak berkesesuaian.
"Misalnya Mindo mengatakan ia adalah karyawan Nazar, tapi hal itu dibantah Nazar sendiri dengan mengatakan apakah Mindo dapat menjadi karyawannya bila punya uang Rp 26 miliar di rekening. Padahal penghasilan Rp 14 juta per bulan. Mindo juga mengatakan ada pengajuan kas yang tidak diajukan tapi ada di catatan Yulianis, ini adalah benang kusut yang belum terurai," papar Angie menjelaskan.
Angie juga merasa aneh tentang rektor-rektor yang diperiksa penyidik, tapi tidak dihadirkan ke persidangan. "Padahal keterangan mereka menguntungkan saya. Saya tidak pernah berkomunikasi dengan para rektor, mereka tidak pernah bertemu. Saya tidak pernah mengetahui bahwa ada kekuatan besar dan bisnis yang licik dan picik di sini."