REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Terpidana kasus penyelundupan 4,2 kilogram mariyuana, Schapelle Leigh Corby, dinilai belum layak menjadi pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum atau "justice collaborator" untuk membongkar tindak pidana penyalahgunaan narkoba.
"Ini ketentuan baru mengenai 'justice collaborator', sejauh ini Corby belum melakukannya," kata I Gusta Ngurah Wiratna selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Denpasar di Kerobokan, Kuta, Bali, Jumat.
Menurut dia, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan tersebut tidak mudah bagi gadis asal Australia itu. "Itu tidak mudah, apalagi dia (Corby) sedang menjalani masa tahanan," katanya.
Ketentuan baru itu ditujukan kepada narapidana yang terkait kasus tertentu seperti narkoba, pembalakan liar, terorisme, dan tindak kejahatan trans-nasional yang harus bekerja sama dengan aparat untuk ikut membongkar jaringan dari kasus yang dijalani.
Aturan baru itu pun kemungkinan besar menjadi penghalang besar bagi gadis Australia berusia 36 tahun yang ditangkap aparat Bea dan Cukai Bandara Ngurah Rai pada Oktober 2004 itu dalam memperoleh remisi khusus Natal selama dua bulan yang telah diusulkan pihak Lapas Kerobokan.
Hingga saat ini usulan remisi Corby yang baru saja mendapat grasi lima tahun dari Presiden Yudhoyono pada Mei 2012 itu masih belum turun.
Wiratna belum bisa memastikan apakah usulan tersebut akan disetujui atau tidak oleh Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta.
"Belum bisa dipastikan turun atau tidak (remisi). Kalau Natal tahun 2011, itu remisinya kami usulkan sebulan sebelum Natal tetapi baru turun pada Maret tahun berikutnya," ujar Wiratna.
Ketika ditanya apakah pihak Lapas selaku institusi yang mengusulkan remisi kepada Corby akan kecewa apabila usulan tersebut ditolak pusat, Wiratna menampiknya. "Apa hubungannya kecewa atau tidak? Kami hanya menjalankan fungsi dan kewajiban," katanya.