REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kenaikan upah minimum yang disebut para pengusaha meningkatkan biaya total produksi dinilai tidak sepenuhnya tepat. Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Subiyanto meyakini biaya buruh (labour cost) hanya 10 persen dari total biaya produksi.
"Beban biaya produksi pengusaha berat karena biaya 'high cost economi' yang tinggi akibat banyaknya pungli, infrastruktur seperti jalanan yang jelek, serta tingginya suku bunga," kata Subiyanto dihubungi Jumat (4/1).
Subiyanto menuturkan 'high cost economy' mendominasi 14-15 persen biaya faktor produksi yang membebani pengusaha. Kedua biaya logistik akibat infrastruktur usaha yang buruk seperti jalan yang rusak, kemacetan di jalan, membuat biaya distribusi barang naik. "Sehingga beban biaya produksi pun naik 24 persen," kata Subiyanto.
Belum lagi, lanjut Subiyanto, biaya suku bunga bank yang tinggi. "Kenapa tidak 3 faktor ini yang lebih dulu dihadapi malah menjadikan buruh sebagai korban? Di PHK dengan alasan kenaikan upah minimum," ujar Subiyanto.
Menurut Subiyanto, jika para pengusaha keberatan dengan kenaikan upah minimum seharusnya sesuai dengan aturan Peremenakertrans No 231/2012 perusahaan dapat mengajukan penangguhan 10 hari sebelum 1 Januari 2013.
Pengajuan pun harus dilakukan secara personal oleh perusahaan bersangkutan dan disetujui oleh serikat pekerja setempat dengan melampirkan data audit keuangan dua tahun terakhir sebelum tanggal 1 Januari 2013.
"Tapi sampai saat ini, berdasarkan informasi dari anggota kami belum ada serikat pekerja perusahaan besar atau manufaktur yang mengajukan penangguhan, diajak berdialog terkait dengan penangguhan upah," kata Subiyanto.
Subiyanto juga menambahkan 1700 perusahaan yang diklaim Apindo mengajukan penangguhan ternyata setelah dicek sebagian besar bukan perusahaan besar tapi UKM.