REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Peternak mengeluhkan penurunan permintaan terhadap itik dan ayam kampung sebesar 40%. Flu burung yang menyerang sejumlah kawasan menjadi penyebab kondisi ini. Kerugian akibat kematian ternak di daerah wabah diperkirakan mencapai 17,5 miliar.
"Peternak jadi takut untuk melanjutkan usahanya karena pendapatan kurang," ujar Ketua Umum Himpunan Peternak Unggul Lokal indonesia (Himpuli), Ade Zulkarnaen di Jakarta, Ahad (06/01).
Potensi kerugian akibat hilangnya telur, ujar Ade, mencapai Rp 114 miliar, dengan perhitungan 95,8 juta butir per tahun. Padahal produksi telur selama ini yang diandalkan untuk membiayai kebutuhan harian. Himpuli memperkirakan tahun ini akan terjadi lonjakan harga yang lebih tinggi lagi.
Apalagi virus ini, terang Ade, telah menyebar ke sektor publik, termasuk ke pasar-pasar. Himpuli meminta pemerintah untuk menetapkan status kondisi luar biasa terhadap kasus ini. Jika penetapan ini diberlakukan, harapannya pemerintah bisa segera melakukan isolasi daerah, vaksinasi pengawasan lalu-lintas ternak dan kompensasi.
"Selama ini pemerintah berjalan sepihak, tidak pernah komunikasi dengan peternak yang mendapatkan dampak langsung," ujar Ade.
Terkait kasus flu burung, Kementan telah menerbitkan surat edaran mengenai penemuan vaksin guna menangkal virus AI clade 2.3.2. Pembuatan vaksin untuk virus jenis baru ini diperkirakan selesai di awal Februari.
Vaksin baru ini memiliki kesamaan karakter dengan vaksin pada kasus sebelumnya, yaitu flu burung akibat virus AI clade 2.3.1.