REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membantah adanya pelarangan bagi pemerintah daerah (pemda) untuk membantu madrasah. Hal itu tertuang dalam dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 903/5361/SJ yang terbit pada 28 Desember 2012.
Dalam SE Mendagri Nomor 900/2677/SJ tentang Hibah dan Bantuan Madrasah yang terbit 8 November 2007 yang diterima Republika, Kamis (8/1), juga tidak ada pelarangan bagi pemda untuk membantu madrasah. “Pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan diperbolehkan untuk memberikan bantuan yang terdiri hibah, bansos, dan bantuan keuangan, dalam bentuk uang, barang modal, dan jasa,” demikian isi surat itu.
Hanya saja yang terjadi di lapangan, kata Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek, tataran praktik berbeda dengan aturan yang ada. Ia mengatakan, pemberian bantuan madrasah sekarang ini muatannya sangat politis. Kepala daerah dalam membantu madrasah lebih mempertimbangkan aspek dukungan.
Kalau tidak mendapat dukungan, menurut Reydonnyzar, kepala daerah bakal berlindung tidak mengucurkan dana APBD untuk madrasah dengan alasan dilarang Mendagri. “Jadi, kami yang dikambinghitamkan. Padahal bantuan madrasah itu dijadikan alat politik kepala daerah dalam mencari dukungan,” tudingnya.
Mereka, lanjut Reydonnyzar, lebih suka menyalurkan dana bantuan untuk organisasi masyarakat (Ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang pasti mendukung kepala daerah. Fenomena yang muncul adalah dua tahun menjelang Pemilukada, biasanya banyak muncul ormas dan LSM. Hal itu juga diimbangi meningkatnya jumlah dana hibah dan bansos.
“Kepala daerah yang berstatus incumbent yang bakal maju dalam periode kedua tentu lebih senang membantu ormas dan LSM daripada madrasah,” kata Reydonnyzar.
Kalau ada madrasah yang tidak dibantu, kata Reydonnyzar, itu karena kesengajaan kepala daerah dalam melihat potensi aspek dukungan.