Rabu 09 Jan 2013 14:28 WIB

Yusuf Ma Dexin, Penerjemah Alquran ke Bahasa Cina (1)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
Seorang Muslim etnis Hui tengah membaca Alquran di Masjid Niujie, Beijing, Cina (ilustrasi)..
Foto: AP Photo
Seorang Muslim etnis Hui tengah membaca Alquran di Masjid Niujie, Beijing, Cina (ilustrasi)..

REPUBLIKA.CO.ID, Islam dan Yusuf Ma Dexin rasanya menjadi dua hal yang tak bisa dipisahkan dari perkembangan Islam di Negeri Panda.

Ada jasa besar yang ditorehkan cendekiawan Muslim yang hidup di abad ke-19 ini. Namanya telah dicatat sejarah sebagai penerjemah Alquran pertama dalam bahasa Cina.

Sejumlah literatur menyebut Ma Dexin adalah Muslim Cina dari etnis Hui. Etnis ini adalah yang terbesar di antara etnis-etnis minoritas yang ada di Cina. Lahir pada 1794, ia berasal dari Yunnan, Cina Barat Daya.

Usahanya menerjemahkan Alquran ke bahasa Cina tak lepas dari kemampuannya berbahasa Arab dan Parsi. Berapa lama Ma Dexin menerjemahkan Alquran ke bahasa Cina, tak ada keterangan pasti.

Yang jelas, semasa hidupnya, Ma Dexin dikenal sebagai petualang ilmu. Ia gigih menimba ilmu meski harus pergi merantau, jauh dari tanah kelahirannya.

Ia pernah bermukim cukup lama di kawasan Timur Tengah. Pengelanaannya ke luar negeri pun tak lepas dari ikhtiarnya untuk menunaikan rukun Islam kelima, yakni menunaikan ibadah haji.

Ma Dexin berhaji pada 1841, ketika usianya 47 tahun. Perjalanan ke Tanah Suci bukanlah hal yang mudah pada masa itu. Ia harus menempuh perjalanan yang lama dan berliku. Ia mengawalinya dengan menempuh jalur darat bersama rombongan pedagang Muslim.

Setelah melewati Xishuangbanna di wilayah Yunnan, Ma Dexin bersama rombongan pergi ke selatan, ke wilayah Myanmar. Dari situ, ia menyusuri Sungai Irawady dari Mandalay ke Yangon. Di Yangon, rombongan kemudian melanjutkan perjalanan dengan kapal uap menuju Semenanjung Arab.

Perjalanan yang cukup lama itu membuatnya tak segera kembali ke tanah kelahirannya. Usai menunaikan ibadah haji, Ma Dexin bermukim selama delapan tahun di Timur Tengah. Selama itulah, ia menyempatkan diri untuk menimba ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Ia juga menimba pengalaman dengan berkelana ke wilayah Kekaisaran Utsmani, Suez, Alexandria, Yerusalem, Istanbul, Siprus, dan Rhodes.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement