REPUBLIKA.CO.ID, PATI -- Sejumlah sekolah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang menyandang status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tidak terlalu merisaukan putusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan RSBI.
"Meskipun sudah dibubarkan lewat putusan MK, kami tetap bertekad menciptakan sekolah bermutu dengan menghasilkan lulusan berkualitas dan mampu berprestasi di tingkat regional dan nasional," kata Kepala SMA Negeri 1 Pati Suparno, di Pati, Rabu (9/1).
Ia mengakui, siswa SMAN 1 Pati tidak hanya didominasi dari keluarga kaya, karena ada pula siswa dari keluarga miskin.
Pasalnya, kata dia, beberapa waktu lalu ada pula siswa yang orang tuanya memiliki mata pencaharian sebagai penarik becak, kuli bangunan, serta pengemis jalanan.
"Kami mencatat ada dua siswa yang orang tuanya berprofesi sebagai peminta-minta. Saat ini, keduanya sudah lulus," ujarnya.
Siswa yang benar-benar tidak mampu, katanya, mendapatkan pembebasan biaya, termasuk dari keluarga pengemis tersebut. Program beasiswa yang diberikan, meliputi siswa berprestasi dan siswa dari keluarga tidak mampu.
Dengan adanya pembubaran RSBI, dia mengaku, tidak khawatir dengan pembiayaannya, karena sudah dua tahun tidak mendapat bantuan anggaran dari Pemerintah Pusat.
"Kami memang sudah siap mandiri. Meski demikian, pembebasan biaya pendidikan bagi siswa miskin tetap dilanjutkan dan tidak akan dihentikan karena adanya pembubaran RSBI," ujarnya.
Bahkan, SMAN 1 Pati yang berstatus RSBI diklaim bukan sekolah mahal karena siswa kelas X hanya dikenakan biaya maksimal Rp2 juta atau lebih rendah dibanding dengan sekolah lain yang bisa mencapai Rp 4 juta per siswa.
Terkait dengan keputusan MK tersebut, katanya, sekolah akan menginformasikannya kepada siswa maupun orang tua.