Perlu Keterlibatan Masyarakat
Deradikalisasi agama janganlah dimaknai bahwa agama telah mengajarkan kekerasan.
Tetapi, untuk meredam munculnya gerakan terorisme yang mengatasnamakan agama perlu dilakukan keterlibatan semua pihak.
“Dalam deradikalisasi ini ada semacam kekeliruan, di mana agama itu dimaknai sebagai kekerasan. Padahal, dalam Islam, agama itu harus bisa menjadi rahmatan lil alamin, yakni memberikan kemakmuran maupun kebahagian,” kata Adnin Armas, Direktur Eksekutif Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations (Insists).
Adnin mengaku tak setuju jika radikalisme agama itu dikaitkan dengan gerakan teror. Ia mengatakan, dalam Islam jihad fi sabilillah itu memang ada. Tetapi, melakukan teror bom atau melakukan aksi bunuh diri sangat tak sesuai dengan ajaran Islam.
Cara-cara semacam itu, kata dia, justru lebih mengurangi makna jihad itu sendiri. “Fatwa MUI sudah jelas bahwa tidak boleh ada bom bunuh diri karena Indonesia bukanlah wilayah perang.”
Dalam upaya melakukan dera dikalisasi ini, ia menilai perlu adanya keterlibatan semua komponen masyarakat. Tanggung jawab itu tak hanya berada di pihak pemerintah. “Tetapi, ulama dan masyarakat perlu juga melakukan upaya-upaya bersama untuk mendorong penyadaran bahwa agama bukanlah mengajarkan kekerasan,” kata Adnin.
Sementara itu, cendekiawan Azyumardi Azra menilai pemerintah tak bisa lepas tangan begitu saja dalam melakukan upaya deradikalisasi agama ini. Pemerintah harus bisa berperan aktif untuk melakukan sosialisasi ke semua lapisan masyarakat terkait upaya deradikalisasi agama ini.
“Salah satu penyebab utama munculnya radikalisme dalam agama karena adanya penafsiran tunggal. Inilah yang kemudian melahirkan ideologi kebencian dan menimbulkan tindakan yang radikal. Untuk itulah, pemerintah perlu aktif melakukan sosialisasi pemahaman kebangsaan,” saran mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini.
Azyumardi mengatakan sangat tidak sepakat jika pemerintah mengambil kebijakan dengan memberikan sertifikasi kepada para ulama maupun pendakwah. Ia juga tidak melihat kalau faktor ekonomi dijadikan alasan penyebab munculnya aksi kekerasan.
“Bahkan, dari segi pendidikan, pelaku-pelaku aksi teror itu cukup terdidik. Lihat saja, bahkan ada yang bergelar doktor,” pungkas Azyumardi.