Kamis 10 Jan 2013 13:51 WIB

Myanmar Bantah Gunakan Senjata Kimia pada Pemberontak

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Jet tempur Myanmar dalam acara parade nasional (ilustrasi)
Foto: DVB. NO
Jet tempur Myanmar dalam acara parade nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON-- Myanmar pada Kamis (10/1) menolak tuduhan penggunaan senjata kimia pada etnis minoritas pemberontak di Kachin, tempat konflik meningkat di negara bagian itu membayangi reformasi politik.

"Pihak militer pemerintah tidak pernah menggunakan senjata kimia dan kami tidak berniat untuk memakainya sama sekali. Kachin Independence Army (KIA) telah menuduh kami tanpa alasan," kata juru bicara kepresidenan, Ye Htut.

Gerilyawan pada Rabu mengatakan kepada AFP bahwa pasukan pemerintah telah meningkatkan skala operasinya dalam beberapa hari terakhir, dan berhasil mendesak KIA sampai di Lazia yang berbatasan dengan China.

"Sudah tiga hari mereka menggunakan senjata kimia dan mereka punya kekuatan untuk merebut pos-pos yang penting," kata juru bicara KIA James Lum Dau kepada AFP.

Dia mengatakan banyak tentara KIA yang "pingsan" saat peluru-peluru meledak. "Di wilayah peperangan, semua orang menderita," kata Lum Dau menambahkan.

AFP tidak dapat memverifikasi klaim tersebut. Pemerintah sebelumnya juga menggunakan serangan udara untuk menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai pemberontak.

Sekitar 10.000 orang terpaksa mengungsi dari area konflik yang pertama kali dimulai pada Juni 2011, saat gencatan senjata yang sudah berlangsung selama 17 tahun antara pemerintah dan KIA berakhir.

KIA sebelumnya juga pernah mengeluarkan tuduhan yang sama pada akhir 2011 lalu.

Pertempuran di Kachin, ditambah kerusuhan komunal di negara bagian Rakhine, telah merusak optimisme yang muncul setelah perubahan politik dramatis sejak pihak militer menyerahkan kekuasaan untuk sipil pada awal 2011.

Amerika Serikat dan PBB telah menyuarakan kekhawatiran mengenai serangan udara.

Perang sipil sudah sejak lama berlangsung di negara yang dulunya dikenal sebagai Burma itu. Rezim yang dikuasai sipil sebelumnya sudah mencapai kesepakatan damai sementara dengan kelompok etnis pemberontak lain. Namun, hingga kini kesepakatan dengan Kachin nampak masih sulit.

Presiden Thein Sein, yang merupakan mantan jenderal, pada Desember 2011 memerintahkan operasi militer terhadap pemberontak untuk diakhiri. Ye Htut kembali menegaskan pernyataan bahwa tentara pemerintah hanya akan menembakkan peluru "untuk membela diri."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement