REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Sejak satu pekan terakhir, kawanan beruang mengamuk dan mengejar warga Kabupaten Merangin, Jambi.
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, salah satu lembaga pemerhati lingkungan di Jambi, berpendapat kawanan beruang itu mengamuk karena makin parahnya ekosistem di Jambi.
"Ini baru beruang saja, tidak menutup kemungkinan akibat makin parahnya ekosistem di Jambi memicu konflik satwa lainnya dengan manusia seperti harimau Sumatra," ujar Direktur KKI Warsi Jambi, Rahmat Hidayat di Jambi, Kamis (10/1).
Menurut Rahmat, berdasarkan catatan KKI Warsi Jambi, Kecamatan Tabir Ulu masuk pada kawasan hulu sungai Tabir di Merangin yang sudah dikepung dengan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit maupun perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Sehingga kondisi kerusakan ekosistem yang terjadi sudah cukup parah.
Rusaknya ekosistem itu tidah hanya melahirkan konflik satwa dengan manusia, beberapa titik kawasan di Kabupaten Merangin juga tengah dilanda banjir akibat kondisi hutan yang rusak tersebut.
"Kami mencatat sepanjang 2012, di Merangin, telah terjadi terdua kali konflik antara warga dengan harimau Sumatera," katanya.
Di kawasan Kecamatan tabir Ulu, kata dia, terdapat beberapa perusahaan besar yang tengah mengekploitasi hutan secara besar-besaran. Perusahaan yang mendapat izin usaha di kawasan tersebut tengah melakukan pembukaan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit dan HTI. Di antaranya adalah PT Malaka Agro Perkasa dengan luas 24.545 hektar, PT Hijau Arta Nusa seluas 54.631 hektar, dan PT Mugitriman seluas 37.500 hektar.
Sedangkan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, meliputi PT Raihan seluas 61 ribu hektar dan PT Sawit Harum Makmur seluas 16.500 hektar.
"Dengan kondisi seperti ini, kami kira wajar saja jika binatang buas dan dilindungi turun dan mencari makan masuk ke kawasan perkampungan warga sekitar, karena habitat satwa ini telah terganggu dan bahkan nyaris habis," jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, salah satu cara mengatasi masalah tersebut, yang paling utama adalah dengan menghentikan atau menyetop kegiatan eksploitasi hutan dan melakukan konservasi dari hutan alam ke penggunaan lain, seperti hutan adat atau hutan desa.
Menurut keterangan warga Dusun Baru, warga kampung tersebut masih dilanda ketakutan untuk berpergian ke kebun dan keladang, mengingat, delapan ekor beruang masih saja berkeliaran dan tak jarang mengejar warga.
"Sampai saat ini kami memilih di rumah saja. Kami takut ke kebun untuk menyadap karet karena khawatir dikejar beruang. Jika bertemu kawanan beruang ini, warga dikejar dan ingin diterkam," ujar Makhmud (39) salah seorang warga Dusun Baru.
Sebelumnya, Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, Trisiswo mengatakan, pihaknya sejak dua hari sebelumnya telah menurunkan tim khusus untuk memburu kawanan beruang tersebut.
"Tim juga telah menyebar sejumlah jerat beruang di beberapa titik lokasi perkebunan warga," katanya.
Menurut dia, Dusun Baru merupakan daerah yang dekat dengan kawasan hutan sebagai ekosistem beberapa jenis binatang. Keluarnya sejumlah beruang di perkebunan warga. Diduga akibat maraknya alih fungsi lahan untuk dijadikan perkebunan sawit dan HTI di daerah itu.
"Akibat ekosistem yang rusak, menyebabkan beruang beruang ini keluar dan masuk perkebunan warga," ujarnya.
Menurut Trisiswo, konflik beruang dengan warga itu juga bukan yang pertama kali di Jambi. Kondisi itu disebabkan habitat hutan sebagai rumah bagi sejumlah satwa telah rusak.
Konflik beruang dengan manusia pada November 2012 lalu juga pernah terjadi di Kabupaten Kerinci, Jambi. Satu orang dilaporkan luka berat dibagian kaki akibat diterkam seekor beruang madu.