REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memutus hukuman pidana kepada Angelina 'Angie' Sondakh selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan. Putusan hukuman ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yaitu hukuman pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Wakil Ketua KPK, Musyro Muqoddas mengatakan putusan terhadap Angie terdapat adanya cacat yuridis. KPK pun akan segera mengajukan putusan terhadap Angie ini kepada Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk meneliti putusan tersebut.
"Semakin menegaskan adanya cacat yuridis metodologis. Kami sudah join dengan KY dan MA. Ketua MA sudah positif," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dalam pesan singkat kepada wartawan, Jumat (11/1).
Busyro menambahkan, putusan hakim yang ringan kepada Angie tanpa argumen hukum yang benar. Aktor tersangka, dalam hal ini Angie, merupakan anggota DPR, punya makna khusus sebagai wakil rakyat yang justru merampas hak-hak rakyat.
Sedangkan fakta yang dijarah adalah bidang pendidikan yang berhubungan erat dengan masyarakat banyak. Akan tetapi majelis hakim tidak memberikan makna dan bobot yuridis atas fakta ini. "Cacat metodologis ini berakibat putusan tandus dari ruh keadilan dan keberpihakan pada perlindungan rakyat sebagai korban massif," tegasnya.
KPK menetapkan Angelina 'Angie' Sondakh sebagai tersangka dalam kasus penggiringan proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Dalam putusan majelis hakim, Angie telah menerima 'hadiah' dari Grup Permai sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta Dolar AS.
Namun majelis hakim hanya membuktikan Angie dengan dakwaan ketiga yaitu pasal 11 UU Tipikor dengan ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun.