REPUBLIKA.CO.ID, Selain diberkahi otak encer, Achmad muda juga memiliki kemampuan berceramah.
Selama nyantri, kecerdasannya mulai terlihat. Alhasil, Kiai Hasyim pun menempatkannya di ka mar khusus.
Di dalamnya berkumpul putraputra kiai. Tujuan pengelompokan itu agar proses kaderasi kepemimpinan bisa berjalan maksimal.
Selain diberkahi otak encer, Achmad muda juga memiliki kemampuan berceramah. Gaya bicaranya menarik.
Konon, saat tampil di depan umum, banyak santriwati yang jatuh hati kepadanya. Kemampuan berbicara di depan umum ini pula yang menarik perhatian Kiai Hasyim.
Terjun ke politik
Usai nyantri di Tebuireng, Achmad menggeluti berbagai aktivitas. Awalnya ia bergabung dengan Gabungan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jember. Dari sinilah ia mulai menancapkan ketokohannya.
Setelah “naik tingkat” menjadi pengurus di Jawa Timur, ia mendapatkan amanah sebagai anggota DPRD sementara di Jember. Amanah itu ia dapatkan melalui proses Pemilu 1955.
Pada masa awal kemerdekaan, Achmad muda juga ikut berjuang mempertahankan hasil proklamasi yang dibacakan Soekarno-Hatta. Perjuangan itu tampak dari keterlibatannya di Badan Eksekutif Pemerintah Jember.
Sebelum jabatan di pemerintahan digenggamnya, Achmad muda juga sempat bergabung dalam pasukan Mujahiddin untuk melawan agresi Belanda pada 1947. Keterlibatannya dengan pasukan Muja hidin sempat memaksanya hijrah dari Jember. Hal ini terjadi menyusul kesepakatan perundingan Renville.
Bersama sejumlah kiai berpengaruh, Achmad diyakini pindah ke Tulungagung. Alih-alih melemahkan semangat, perjuangan fisik ini semakin mematangkannya untuk tampil men jadi pemimpin.
Selain berjuang mempertahankan kemerdekaan, Kiai Achmad juga aktif di NU. Kariernya dirintis dari Jember. Kala itu usianya 19 tahun. Ia memimpin Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) untuk daerah Jember dan Besuki.
Ketika Jember sudah semakin sempit untuk ruang geraknya, Achmad kemudian melanjutkan aktivitasnya di NU ke ting kat Jawa Timur. Di sini ia sempat menjabat sebagai ketua wilayah NU Jatim.
Hari demi hari roda kehidupannya bersama NU terus bergerak maju. Ketika NU menjadi partai politik pada 1952, Kiai Achmad tercatat sudah menjadi anggota Pengurus Besar NU (PBNU).
Ia menjadi bagian dari ke pengurusan Rais Am KH Abdul Wahab Hasbullah. Pada periode 1956- 1959, Kiai Achmad ditunjuk sebagai Wakil Sekretaris Umum PBNU. Kala itu, PBNU dipimpin oleh KH Idham Chalid.