REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO---Pemerintah Mali, Jumat (11/1), mengumumkan keadaan darurat di seluruh negeri itu, sementara tentara pemerintah telah melancarkan serangan terhadap gerilyawan yang telah menduduki bagian utara negeri tersebut, kata seorang pejabat senior kepada wartawan.
Keputusan itu dikeluarkan dalam pertemuan Dewan Menteri di bawah pimpinan Presiden Dioncounda Traure. Keputusan tersebut juga diambil saat pasukan gerilyawan bergerak ke arah selatan dan terlibat bentrokan dengan tentara pemerintah dalam dua hari belakangan.
Pasukan udara Prancis dilaporkan melancarkan serangan udara di Mali utara pada Jumat, dalam tindakan untuk mendukung pasukan pemerintah Mali guna menghalangi gerakan gerilyawan ke arah selatan.
Koalisi gerilyawan --AQIM, MUJAO dan Ansar Dine-- memasuko Konna pada Kamis, setelah berhari-hari pertempuran dengan pasukan pemerintah yang berpusat di kota kecil tersebut.
Namun melalui campur-tangan udara, militer Mali berhasil merebut kembali kota kecil Konna dan menetralak semua kaum Jihad pada Kamis sore, kata beberapa sumber militer.
Beberapa sumber militer, sebagaimana dikutip Xinhua, mengkonfirmasi, "Semua kaum Jihad dinetralkan di Konna setelah pengerahan tiga helikopter militer --satu dari Bamako dan dua helikopter dari Sevare."
Bentrokan tersebut adalah yang paling akhir antara militer dan gerilyawan sejak gerilyawan menduduki wilayah Mali utara akibat kudeta militer pada 22 Maret 2012.
Cabang Alqaida di Afrika Utara, AQIM, dipandang sebagai ancaman utama di Wilayah Sahel. Rencana campur-tangan militer disusun karena ada kekhawatiran Mali utara dapat menjadi termpat persembunyian gerilyawan fanatik dan penyelundup manusia serta narkotika.
Dewan Keamanan PBB telah menyetujui rencana campur-tangan yang diajukan oleh ECOWAS, dan Uni Afrika telah menyeru semua negara anggotanya agar mendukung militer Mali.