Sabtu 12 Jan 2013 12:52 WIB

Mendikbud: Penggunaan Bahasa Asing Bukan Berarti tak Nasionalis

Muhammad Nuh
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Muhammad Nuh

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir RSBI dengan salah satu alasan soal penggunaan bahasa asing, mendapat respons Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh. Dia mengatakan, nasionalisme tak ada kaitannya dengan penggunaan bahasa asing dalam pergaulan sehari-hari.

"Salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan RSBI adalah penggunaan bahasa asing. Padahal, kalau menurut saya tidak ada kaitannya dengan nasionalisme," Mendikbud dihadapan ribuan guru se-Tangerang Selatan dalam Seminar Nasional Strategi Pemerintah Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan di Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, Sabtu.

Para pendiri bangsa seperti Soekarno dan Hatta, lanjut Nuh, mempunyai kemampuan menguasai bahasa asing yang mumpuni. "Tapi jangan ragukan nasionalisme mereka, semua tergantung komitmen mereka akan negara," tambah dia.

Pada kurikulum 2013, kata Nuh, memang tidak ada pelajaran Bahasa Inggris untuk sekolah dasar (sd). Namun diperbolehkan untuk mengajarkan pelajaran Bahasa Inggris untuk sekolah tertentu."Begitu juga dengan bahasa daerah, tetap diajarkan".

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 50 ayat 3 Undang-Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai RSBI pada Selasa (8/1). Dampak dari keputusan tersebut, RSBI dihilangkan dari sistem pendidikan.

Putusan itu dikeluarkan setelah menimbang bahwa keberadaan RSBI dan SBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Alasannya adalah biaya yang mahal yang mengakibatkan diskriminasi pendidikan, menimbulkan kastanisasi pendidikan, dan penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar juga dianggap dapat mengikis jati diri bangsa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement