REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap terpidana kasus korupsi Angelina Sondakh --yang dinilai cacat hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi-- tidak bisa diintervensi siapa pun.
"Termasuk juga oleh MA," kata Juru Bicara Mahkamah Agung RI, Ridwan Mansyur, Sabtu (12/1).
Menurutnya, putusan tersebut tidak dapat diganggu gugat karena merupakan cerminan independensi hakim. Hal ini sudah diatur oleh undang-undang.
Jika KPK merasa tidak puas dengan materi hukum yang disampaikan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, maka mereka bisa melakukan upaya hukum sesuai prosedur selanjutnya. Yaitu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta.
Akan tetapi, kata Ridwan, jika ketidakpuasan tersebut berkaitan dengan perilaku hakim yang menangani persidangan, KPK bisa mengadukan hal tersebut ke Komisi Yudisial.
"Jika seandainya ditemukan ada unprofesionalisme pada hakim itu, ini jadi ranah KY,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman pidana kepada Angie 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan hukuman ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yaitu hukuman pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan putusan tersebut cacat secara yuridis metodologis. Karena itu, KPK berencana mengajukan putusan ini ke KY dan MA untuk diteliti.
Namun, Ridwan mengaku, sejauh ini belum ada pembicaraan antara MA dan KPK terkait masalah ini. Ridwan bependapat, tindakan yang paling tepat dilakukan KPK adalah mengajukan banding ke PT Tipikor, alih-alih mengadukan putusan tersebut ke MA.