REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nasrullah/ Wartawan Republika
Ibaqau Lillah, Keabadaian hanya milik-Nya. Innalillahi wa innalilahi rajiun. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hikmah, Hukum, dan Ham, DR Abdul Fatah Wibisono, meninggal dunia, Ahad (13/1)
Almarhum wafat akibat kanker otak yang ia derita. Jenazah, disemayamkan di Masjid Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih. Dari masjid yang terletak di Jakarta Pusat itu, jenazah akan diberangkatkan ke Bandara Soekarno Hatta pukul 09.30 WIB pagi ini, selanjutnya diterbangkan ke tanah kelahirannya di Lamongan pkl 11.00 WIB.
Almarhum semasa hidupnya dikenal aktif sebagai pendidik dan pencetak kader-kader ilmuwan. Ia pernah menjabat wakil rektor Universitas Uhamka dan tercatat sebagai dosen aktif di sejumlah perguruan tinggi.
Selain itu, sosok yang pernah 'nyantri' di Pondok Pesantren Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang Jawa Timur itu gigih berdakwah menyuarakan aspirasi umat Islam. Ini terlihat dari berbagai pendapatnya yang muncul di berbagai media nasional.
Ketika polemik dan kasus pendirian rumah ibadah HKBP mencuat di Ciketing, Bekasi, ia tegas meminta semua pihak mengikuti regulasi yang telah ditetapkan bersama oleh majelis agama yang kemudian tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No 8 dan 9 Tahun 2006 Tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Demikian pula, keberpihakannya pada Islam tampak melalui pandangannya menyika wacana pemerintah untuk mengatur ormas dalam RUU ormas.
Menurutnya, pemerintah hendaknya tidak terlampau jauh mengatur persoalan internal ormas. Ini dianggap bisa mengganggu eksistensi ormas. Tindakan-tindakan represif sejumlah oknum ormas, mestinya diproses melalui jalur hukum, bukan lantas mengekang ormas-ormas lain yang telah eksis dengan toleransinya dengan peraturan-peraturan itu.
Sosok yang dikenal tawaduk ini, juga dikenal piawai menguasai ilmu falak. Ia kerap mewakili Muhammadiyah dalam kancah nasional ataupun internasional. Ia terlibat aktif merumuskan sistem kalender nasional dengan tergabung sebagai anggota Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Kementerian Agama.
Menurutnya, perbedaan yang muncul terkait penetapan awal Ramadhan, Syawwal, dan 10 Zhulhijjah, mesti disikapi dengan kearifan dan kebijaksanaan. Penting terus dipupuk kebersamaan dan kedewasaan menyikapi itu, selama belum terjadi kemufakatan. "Jangan saling dibentur-benturkan satu sama lain,"katanya kepada Republika.
Kini, almarhum telah menghadap Rabb-nya. Pemikiran dan semangat persatuan, yang ia usung tak akan pernah pudar. Melintas, ruang dan waktu. Selamat jalan 'pejuang Islam', Allah yarhamuka wa yarhamna kullana...