REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta menolak pembahasan RUU Keamanan Nasional (Kamnas) yang saat ini terus dilakukan DPR. RUU ini dinilai sebagai ancaman kebebasan banyak pihak sehingga membahayakan eksistensi demokrasi yang saat ini berjalan baik.
"Kami berharap Komnas HAM berdiri di garda terdepan menolak RUU Kamnas," jelas Direktur Program Imparsial, Al Araf, di Jakarta, Senin (14/1). Lembaga tersebut dinilainya memiliki wewenang kuat dalam menyampaikan pandangannya tentang RUU Kamnas kepada DPR.
Masukan dan pandangan Komnas HAM dinilainya sangat membantu mencerahkan masyarakat tentang RUU Kamnas. "Nantinya masyarakat akan memahami RUU ini seperti apa. Saya harap kita memiliki sikap yang sama, jangan sampai militer mendominasi penegakkan hukum, seperti pada zaman orde baru," imbuhnya.
Dia menyatakan RUU Kamnas tidak ada perubahan signifikan dalam pembahasannya. "Sama saja, meskipun sudah beberapa kali diubah," jelasnya.
Jika ini terus dibahas maka nantinya akan mengancam kebebasan berekspresi yang saat ini sudah terbangun. Bayangkan, jelasnya, orang mengadukan pelanggaran HAM bisa dianggap sebagai ancaman sehingga harus ditindak tegas.
Begitu juga dengan mereka yang mengekspresikan sikapnya terhadap kebijakan negara, bisa dianggap ancaman jika RUU Kamnas diberlakukan. "Bisa habis kebebasan di negeri ini," imbuhnya.
Al Araf menyatakan keikutsertaan Komnas HAM semakin memperkuat arus penolakan RUU Kamnas yang sudah dimasukkan Prolegnas DPR. "Komnas HAM akan kami dukung penuh," jelas Al Araf.
Pihaknya membawa gerbong sejumlah lembaga swadaya masyarakat pro kemanusiaan yang sama-sama menolak RUU Kamnas. Mereka adalah Kontras, ICW, Elsam, YLBHI, The Ridep Institute, HRWG, IDSPS, AJI Indonesia, Lesperssi, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LBH Pers, dan Setara Institute. Semuanya tergabung dalam koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan.