Senin 14 Jan 2013 22:58 WIB

Yang Pantas Memandikan Almarhumah (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Jenazah (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Jenazah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Suami lebih diprioritaskan untuk memandikan almarhumah.

Mazhab Syafii berpendapat, jika seorang perempuan meninggal dan suami sudah tidak ada maka yang paling layak memandikan almarhumah ialah keluarga kandung, seperti ibu, putri  kandung, cucu perempuan, saudari kandung, bibi kandung, dan seterusnya.

Kemudian, disusul oleh keluarga yang bukan mahram, seperti putri  dari paman dan bibi. Jika kerabat tersebut di atas sudah tidak ada maka kerabat laki-laki bisa mengemban tugas itu, sesuai dengan urutan mahram, seperti ayah kandung, kakek, kemudian putra kandung. Sesuai dengan urutan di atas.

Masih menurut Mazhab yang berkiblat ke Imam Syafii ini, jika suami masih ada maka pasangan hidup almarhumah itu boleh memandikannya. Apakah suami akan didahulukan ketimbang keluarga perempuan?

Menurut Mazhab ini, ada dua opsi, yakni sang suami lebih diutamakan. Ini karena suami memiliki hak untuk melihat bagian tubuh almarhumah. Hal yang sama tidak dimiliki oleh keluarga perempuan. Opsi yang kedua, tetap kerabat perempuan yang memandikan.

Mazhab Maliki berpandangan, suami lebih diprioritaskan untuk memandikan almarhumah.

Sekalipun, tertulis di wasiat bahwa ia telah menunjuk pihak tertentu untuk melaksanakan tugas itu. Jika terjadi perselisihan maka hakim agama setempat berhak untuk memutuskan.

Bila suami tidak ada atau gugur hak memandikan lantaran ketidakmampuan maka yang paling pantas menjalankan prosesi pemandian tersebut ialah keluarga kandung terdekat, seperti putri kandung, ibu kandung, saudari kandung, saudari tiri, keponakan perempuan, dan seterusnya.

Jika keluarga tersebut tidak ada maka kewajiban itu diambil alih oleh orang lain di luar keluarga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement