REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Fungsi kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dinilai masih belum maksimal. Pasalnya, banyak warga Sleman yang belum memanfaatkan tempat itu untuk melakukan konseling KDRT.
Kepala Badan KB, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (KBPPPA), Endang Pudjiastuti mengatakan, sejak diresmikan pada pertengahan 2012, hanya ada delapan aduan dari korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Padahal menurut data yang dihimpunya, ada sekitar 54 orang yang korban KDRT di Sleman, tapi hanya sebagian kecil yang melakukan konseling ke kantornya.
"Belum optimalnya fungsi kantor tersebut lantaran kurangnya sosialisasi ke masyrakat," katanya Endang
Padahal sarana kantor yang berada dibawah naungan Badan KBPPPA itu cukup lengkap. Selain medis, psikologi, dan ekonomi, di tempat itu korban KDRT juga mendapat pendampingan hukum. Semua fasilitas itu dijamin gratis karena dibiayai pemerintah.
Dalam penyelesaian kasus, Endang menyatakan, pihaknya selalu mengupayakan solusi damai dengan mempertemukan kedua pihak. Kemudian, agar hasilnya maksimal, juga telah dikembangkan program kemitraaan yang dapat diambil masyarakat.
"Salah satunya, pemberdayaan ekonomi, kami fokus dalam hal itu," ucapnya.
Pasalnya, kasus KDRT mayoritas dipicu persoalan kondisi ekonomi. Ironisnya, sebagian besar korban justru kalangan anak-anak.
Dari 54 kasus yang tercatat pada tahun lalu, 31 diantaranya merupakan anak-anak. Sedangkan 21 lainnya wanita dewasa, dan sisanya pria.
Tindak kejahatan yang dilakukan pelaku beragam, mulai dari kekerasan fisik, pelecehan seksual hingga penelantaran.