Selasa 15 Jan 2013 14:24 WIB

Nasyiatul Aisyiyah: Hakim Daming Harus Mundur dan Minta Maaf

SELEKSI HAKIM AGUNG. Suasana uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon hakim agung oleh anggota Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (14/1)
Foto: antara
SELEKSI HAKIM AGUNG. Suasana uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon hakim agung oleh anggota Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (14/1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan calon hakim agung Daming Sunusi tentang kasus pemerkosaan mengundang kecaman dari Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah.

Dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon hakim agung oleh anggota Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (14/1), Daming mengatakan, "Pada kasus pemerkosaan, si pemerkosa maupun yang diperkosa kan sama-sama menikmati. Jadi, harus pikir-pikir untuk menjatuhkan hukuman mati."

''Pemerkosaan adalah kejahatan yang membawa penderitaan berlipat lipat bagi perempuan. Keadilan yang diperoleh korban perkosaan melalui institusi hukum tidak sepenuhnya mampu mengembalikan korban pada kondisi sebelumnya,'' ujar Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah, Norma Sari dalam siaran persnya, Selasa (15/1).

Menurut dia, keadilan tidak bisa digantungkan semata-mata pada ketentuan peraturan perundangan tetapi bagaimana diimplementasikan dalam hakim putusan dan pelaksanaan.

''Sebagai organisasi yang fokus pada gerakan ramah perempuan dan anak kami menilai pernyataan calon hakim agung tersebut  merefleksikan Hakim tersebut tidak sensitif terhadap persoalan besar perempuan dan anak sebagai korban utama perkosaan,'' cetus Norma.

Menurut dia, bagaimana mungkin keadilan akan digantungkan tegaknya pada mereka yang menganggap remeh persoalan ini.

''Sama sekali tidak ada empati maupun nurani menyatakan hal tersebut meski berargumen gurauan. Mestinya yang bersangkutan minta maaf ke publik dan mundur dari proses seleksi,'' tutur dia.

Norma menegaskan, keadilan tidak akan tegak di hadapan mereka yang menafikan nurani, meninggalkan empati dalam perspektif korban dan meremehkan persoalan yang jelas jelas mengakibatkan berlipat penderitaan.

''Kami meminta kepada pansel untuk tidak meloloskan calon-calon hakim yang tidak berperspektif korban karena ke depan akan lebih banyak yang kena dampak dan mempengaruhi penegakan keadilan,'' tuturnya.

sumber : siaran pers
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement