REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) Jawa Barat, Muhammad Jufri, mengapresiasi putusan MK yang membolehkan tukang gigi berpraktik.
Sebagai salah satu pihak yang memprakarsasi gugatan ke MK, pihaknya menilai keluarnya Permenkes sangat tidak adil. Selain menghilangkan mata pencaharian seseorang, juga menghapus tradisi warisan nenek moyang.
"Tentunya diharapkan putusan MK ini menunjukkan pekerjaan membuat gigi bukan hanya wewenang dokter dan warisan leluhur yang harus dilestarikan," kata Jufri ketika dihubungi, Selasa (15/1).
Ia melanjutkan, jumlah tukang gigi pada enam bulan lalu mencapai 75 ribu dan diperkirakan saat ini sebanyak 80 ribu tukang gigi yang tergabung dalam Perkumpulan Astagiri. Di Jabar, sedikitnya 4 ribu orang menekuni profesi tukang gigi dan jumlah itu bisa bertambah sebab belum semua tukang gigi terdaftar sebagai anggota.
Jufri mengatakan, alasan MK yang mengatakan bahwa tukang gigi adalah pekerjaan tradisional dan warisan budaya yang tidak boleh dihilangkan juga merupakan dasar pertimbangan hukum sangat bagus."Pengabulan gugatan itu semakin menguatkan pekerjaan ini.
Konsekuensi putusan MK, kata Jufri, juga wajib diikuti Kemenkes untuk menyelenggarakan program pendidikan bagi tukang gigi. Setelah mengeluarkan izin beroperasi, tambah dia, Kemenkes harus memberikan pelatihan kepada seluruh tukang gigi di Indonesia. "Selanjutnya bisa dilakukan sertifikasi dan dilakukan pengawasan kerja tukang gigi agar bisa profesional," katanya.
Sebenarnya, ungkap Jufri, saat gugatan berjalan, pihaknya sering mengelar audiensi dengan pihak Kemenkes untuk mencari solusi dilarangnya tukang gigi beroperasi. Sempat dicapai kesepakatan kedua pihak untuk melakukan pemetaan jumlah tukang gigi dan tingkat pendidikannya sebelum diberi pelatihan Kemenkes.