REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Jumlah penderita demam berdarah (DBD) dinilai meningkat setiap tahun. Hal ini diungkapkan oleh Pengamat epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono.
Ia mengatakan, jumlah kota atau kabupaten yang terjangkit endemis DBD meningkat sejak 2006. Pada 2006 tercatat sebanyak 200 kota dan kabupaten yang terjangkit, namun angka ini meningkat menjadi 350 kota dan kabupaten pada 2007. Sementara pada 2010, angka ini sudah mencapai 464 kota dan kabupaten.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, tercatat kasus DBD mencapai angka 117.830 di Indonesia dengan angka kematian sebesar 953 pada 2008. Pada 2010, angka ini meningkat menjadi 156.086 kasus dengan 1358 kematian.
Menurutnya, fogging bukanlah cara yang paling efektif untuk menanggulangi kasus demam berdarah ini bila dibandingkan larvasida dan insektisida.
Miko menambahkan, cara efektif untuk mengatasi demam berdarah yakni dengan penggunaan insektisida. Dalam penelitiannya, justru fogging merupakan cara yang tidak efektif.
“Itu disebabkan karena insektisida dilakukan secara terus menerus, berbeda dengan larvasida yang kadang dilakukan tiga bulan sekali atau fogging yang hanya dilakukan saat kejadian luar biasa,” katanya.
Namun, penggunaan insektisida di Indonesia hanya dilakukan oleh 1,3 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Sementara, fogging dapat mencakup 40 persen wilayah pemukiman di Indonesia. Untuk larvasida, sudah dilakukan oleh 30 persen penduduk Indonesia.
Sedikitnya jumlah masyarakat Indonesia yang menggunakan insektisida karena harganya yang relatif lebih mahal. Sementara itu, pemerintah juga lebih menekankan dalam penggunaan fogging. “Sebenarnya sudah ada 3M plus, di mana plusnya itu adalah menyemprotkan pestisida. Namun sepertinya sekarang jadi jarang terdengar yang plusnya,” katanya.
Namun, penggunaan insektisida tersebut juga dapat menyebabkan efek samping seperti penumpukan racun di dalam tubuh dan resistensi.