REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Fenomena artis menjadi caleg dinilai kegagalan partai melakukan kaderisasi politik. Caleg artis dianggap modus partai politik meraih suara instan. "Motivasi merekrut artis lebih karena pertimbangan meraih suara," ujar Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro kepada Republika, Kamis (17/1).
Siti menyatakan tidak semua artis bisa menjadi faktor penarik suara. Pasalnya tingkat popularitas bukan satu-satunya faktor penentu bagi masyarakat menetapkan pilihan. "Kalau hanya menggantungkan popularitas tidak akan berarti," ujar Siti.
Siti berharap partai politik serius membina caleg dari kalangan artis. Tidak boleh ada pembedaan perlakuan antara artis dengan kader partai.
Semua ini penting agar artis yang duduk di parlemen benar-benar mengerti fungsi dan tanggung jawabnya. "Artis yang duduk di parlemen mesti punya kompetensi," katanya.
Sekretaris Jendral Partai Amanat Nasional (PAN), Taufik Kurniawan sepakat tidak perlu ada perbedaan antaracaleg artis dan nonartis. Menurut dia PAN menerapkan hak dan kewajiban yang sama antarcaleg artis dan nonartis.
Salah satu artis yang akan menjadi caleg PAN adalah Hengky Kurniawan. Hengky, kata Taufik, berasal dari Jawa Timur. Agar tak terjadi benturan kepentingan dengan caleg dari kader PAN di Jawa Timur, Hengky akan ditempatkan di daerah pemilihan yang basis kontituen PAN lemah. “Tidak perlu ada dikotomi artis dan bukan artis,” ujarnya.