REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Curah hujan yang cukup tinggi pada Kamis (17/1) lalu menyebabkan Jakarta lumpuh akibat banjir. Termasuk Bundaran HI beserta akses jalan menuju pusat Jakarta tersebut.
Menurut BNPB, banjir yang terjadi di Bundaran HI tidak hanya disebabkan curah hujan yang tinggi, tapi juga disebabkan Banjir Kanal Barat (BKB) yang meluap.
"Banjir di Bundaran HI banjir selain karena intensitas curah hujan yang tinggi faktor utamanya karena BKB dan Kali Cideng meluap padahal semua pembuangan aliran sebagian besar mulai dari Jalan Thamrin lari kesana," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho Jumat (18/1).
Sutopo mengungkapkan berdasarkan informasi dari BMKG mengenai analisis cuaca Jabodetabek pada 16-17 Januari 2013 melalui citra satelit, radar, dan data pengamatan curah hujan, dideteksi bahwa sebaran awan hujan telah terlihat dan terkonsentrasi di Jakarta. Sehingga hujan lebat pun terjadi dan menyebabkan banjir.
"Dapat dikatakan banjir pada Kamis (17/1) lalu merupakan akumulasi curah hujan hari-hari sebelumnya ditambah curah hujan ketika itu juga tinggi," ujar Sutopo.
Hal tersebut diperparah dengan kondisi drainase perkotaan. Sutopo mengungkapkan dari 62 titik banjir di Jakarta disebabkan dari drainase perkotaan yang tidak mampu mengalirkan air genangan meskipun sungai belum meluap. "Ini artinya masalah drainase perkotaan masih perlu dibenahi dan ditingkatkan," tuturnya.
Sutopo menambahkan berdasarkan data historis curah hujan yang didapatkan dari BMKG 50 tahun terakhir di Jakarta, puncak musim hujan memang selalu terjadi pada bulan Januari . Dari informasi BMKG, rata-rata curah hujan di Jakarta secara historis 50 tahun terakhir, kata dia.
"Semua menunjukkan bahwa puncak hujan memang selalu terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan lebih dari 400 milimeter per bulan. Bulan Febuari diperkirakan mengalami penurunan tapi masih cukup tinggi antara 400 milimeter hingga 400 milimeter lebih," tutur Sutopo.
Juga kalau dilihat dari kejadian banjir tahun-tahun sebelumnya baik tahun 1996, 2002, 2007, 2008, lanjut Sutopo, semua terjadi pada akhir Januari dan awal Febuari. "Tapi kalau ditanya apakah banjir 2013 akan seperti tahun sebelumnya saya tidak tahu. Saya tidak bisa prediksi," kata Sutopo.
Mengenai kerugian banjir Jakarta, Sutopo mengungkapkan, belum dapat memprediksi seberapa besar. Karena untuk menghitung kerugian akibat bencana perlu metodologi khusus. Nama metodologinya damage loses assesment. Jadi, dengan metodologi itu kita hitung berapa pemukiman yang terendam, yang rusak berapa.
"Termasuk infrastruktur karena umumnya daerah yang banjir jalannya mulai terkelupas dan bergelombang. Kemudian bagaimana dampak sosial ekonominya serta dampak pada sektor lainnya. BNPB akan menghitungnya bersama Bappenas," jelas Sutopo.
Sebagai perbandingan, kerugian akibat banjir di DKI Jakarta pada 2007 lalu mencapai Rp 4,3 triliun. Luas banjir mencapai 231,8 kilometer persegi, pengungsi mencapai 320 ribu orang, dan 80 orang meninggal.