REPUBLIKA.CO.ID, Tangan Suyono erat menggenggam gagang sapu yang ujungnya sudah basah. Bajunya, juga helaian rambutnya sudah belepotan lumpur sisa-sisa banjir.
Dia terus berusaha mengeluarkan air yang masuk ke rumahnya. Walaupun mungkin dia tahu pekerjaan itu sia-sia, karena ketinggian air di di sekitar rumahnya masih setengah betis. Belum lagi endapan lumpur yang ketinggiannya terasa hingga satu sentimeter diatas mata kaki.
Tidak seperti rumah-rumah lain yang tinggal menyisakan endapan lumpur, rumah Suyono, yang berada di RW 09 Pondok Gede Permai, terkena dampak paling parah. Lantaran posisinya tidak jauh dari lokasi jebolnya tanggul.
Dalam membersihkan rumah, Suyono hanya dibantu dengan adik iparnya. Mereka berdua telah selesai memisahkan barang-barang yang masih bisa digunakan. Pakaian mereka banyak yang tidak selamat dan sudah dipenuhi lumpur, sedangkan barang yang masih bisa digunakan adalah bangku dan meja.
Mereka memutuskan untuk kembali dari posko pengungsian sejak pukul 04.00 pagi. ''Air sudah surut dan bisa dilewatin, ya kami balik, soalnya was-was juga kalo-kalo rumah dibobol maling,'' kata Suyono sambil menyeka keringat yang menetes didahinya.
Kini memang tidak ada lagi warga korban banjir Pondok Gede Permai yang masih berada di pos pengungsian. Mereka memilih kembali dan membersihkan rumahnya masing-masing.
Suyono bercerita, istri dan anak perempuannya sudah diungsikan ke rumah sanak saudaranya di Bintara, sejak Jumat pagi (17/1). Begitu mendengar kabar air mulai naik, dia langsung membawa istri dan satu orang anaknya ke Bintara.
Sementara dia dan adik iparnya memutuskan kembali ke Jati Asih untuk menjaga barang-barang. Mengungsikan istri dan anaknya dilakukan agar anak perempuannya, yang baru berusia 13 tahun, tidak merasa trauma.
"Kalau dia trauma, ntar gak mau tinggal di sini. Terus susah lagi buat ngebujuknya tinggal di sini lagi. Padahal ini rumah milik kami satu-satunya. Kalo pindah terus ngontrak makan biaya lagi kan,'' jelasnya.
Suyono memang pernah tinggal di Mangga Dua, Jakarta. Meski pernah mengalami banjir, tapi tidak separah yang dialaminya sekarang. ''Kalo dulu di Jakarta paling cuma semata kaki, tapi sekarang sampai setinggi itu'' ujarnya sambil menunjuk plafon rumahnya.