REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama Ahad (20/1) mengutuk serangan teroris di Aljazair yang menyebabkan kematian 23 sandera. Ia menyebut tragedi tersebut sebagai pengingat lain dari ancaman Alqaidah serta kekerasan kelompok-kelompok garis keras lain di Afrika Utara.
"Yang disalahkan atas tragedi ini adalah teroris yang melakukan hal itu, dan Amerika Serikat mengutuk tindakan mereka," kata Obama dalam satu pernyataan yang dikeluarkan oleh Gedung Putih.
Seperti dilansir Xinhua, ini adalah komentar publik pertama yang dibuat oleh presiden AS selama krisis penyanderaan di Aljazair, di mana para gerilyawan yang berafiliasi pada Alqaidah pada Rabu (16/1) lalu menyerang dan menculik ratusan pekerja Aljazair dan orang-orang asing di kompleks gas dekat In Amenas, di bagian timur Aljazair.
Peristiwa ini mereka lakukan sebagai upaya membalas pemerintah Aljazair yang mendukung keterlibatan Prancis dalam konflik di Mali. "Serangan itu merupakan pengingat dari ancaman Alqaidah dan kelompok-kelompok garis keras lain mengenai kekerasan di Afrika Utara," kata Obama.
Obama menambahkan pemerintah AS akan terus bekerja sama dengan sekutu-sekutunya untuk memerangi momok terorisme di wilayah tersebut. Obama juga mengatakan pemerintah AS telah terus-menerus melakukan kontak dengan para pejabat Aljazair dan berjanji untuk memberikan bantuan apa pun yang mereka butuhkan pascaserangan tersebut.
"Dalam beberapa hari mendatang, kami akan tetap berhubungan erat dengan Pemerintah Aljazair untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dari apa yang terjadi, sehingga kita dapat bekerja sama untuk mencegah tragedi seperti ini di masa depan," tambahnya.
Pasukan Aljazair telah meluncurkan serangan berturut-turut pada kompleks gas itu sejak Kamis (17/1) dalam upaya untuk menyelamatkan para sandera. Serangan terakhir untuk menghentikan kebuntuan selama empat hari itu terjadi Sabtu (19/1)..
Menurut laporan-laporan media, total 23 sandera, termasuk seorang Amerika, dan 32 gerilyawan tewas dalam serangan tersebut. Sedangkan sebanyak 685 pekerja Aljazair dan 107 warga asing berhasil dibebaskan.