REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Sabtu (19/1), menuding terorislah yang bertanggung jawab atas kematian para sandera dalam tragedi penyanderaan di Aljazair. Para penyandera itu sebelumnya menyekap para korban di sebuah kompleks gas yang terpencil.
Pernyataan itu adalah komentar langsung pertama Presiden Obama tentang krisis penyanderaan yang berlarut-larut tersebut. Pernyataannya itu dikeluarkan beberapa jam setelah pasukan Aljazair menyerbu kompleks gas itu untuk mengakhiri situasi yang telah berlangsung selama empat hari.
"Hari ini, pikiran dan doa rakyat Amerika Serikat disampaikan kepada keluarga mereka yang tewas dan terluka dalam serangan teroris di Aljazair," kata Obama, seperti dilansir AFP, Ahad (20/1). "Kesalahan ada pada para teroris yang melakukan tragedi itu,
Amerika Serikat mengutuk tindakan mereka itu. Obama mengatakan, serangan oleh kelompok bersenjata Alqaidah di fasilitas Amenas yang terletak jauh di pedalaman Sahara itu. Ia mengingatkan akan ancaman yang ditimbulkan oleh "Alqaidah dan kelompok-kelompok ekstremis yang menggunakan kekerasan lain di Afrika Utara.
Amerika Serikat telah terus-menerus menjalin kontak dengan para pejabat Aljazair terkait krisis itu, kata Presiden. "Dalam beberapa hari mendatang, kami akan tetap berhubungan erat dengan pemerintah Aljazair untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap dari apa yang terjadi sehingga kita bisa bekerja bersama-sama untuk mencegah tragedi seperti ini, "tambah Obama.
21 sandera tewas selama pengepungan dan 32 penculik juga tewas, sementara pasukan khusus mampu untuk membebaskan "685 pekerja Aljazair dan 107 pekerja asing," menurut Kementerian Dalam Negeri Aljazair.
Di antara sandera yang tewas adalah sejumlah warga negara asing yang belum diketahui asalnya, termasuk warga negara Inggris, Prancis, Rumania dan Amerika Serikat, dan banyak lagi yang masih belum ditemukan, termasuk dari Jepang.
Dalam serangan Sabtu itu, "tentara Aljazair menewaskan 11 teroris, dan kelompok teroris menewaskan tujuh sandera asing," kata televisi pemerintah, tanpa memberikan rincian kebangsaan mereka.
Ikuti Whatsapp Channel Republika