Ahad 20 Jan 2013 14:22 WIB

Perceraian Pengaruhi Prestasi Anak

Rep: Yulianingsih/ Red: Dewi Mardiani
Perceraian (ilustrasi)
Foto: kampungtki.com
Perceraian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perceraian yang dilakukan para orang tua ternyata berdampak besar pada prestasi para anak mereka. Bahkan hanya sedikit sekali anak yang bisa berprestasi dari keluarga yang bercerai tersebut.

Hal ini tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarso, Guru Bimbingan Konseling di SMA Negeri 1 Asembagus, Situbondo, Jawa Timur dalam desertasinya untuk memperoleh gelar doktor psikologi Islam di Porgram Pasca-Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (19/1).

Sumarso melakukan penelitian terhadap 20 siswa dari SMAN I  Asembagus, Situbondo, jawa Timur. Para siswa ini berasal dari keluarga yang bercerai. Dari hasil penelitian tersebut terlihat hanya tiga siswa yang lulus sekolah tersebut dan diterima di Perguruan Tinggi Negeri terkemuka di Indonesia. Selebihnya mereka bisa lulus, namun tidak bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri.

"Yang menyebabkan prestasi belajar mereka menurun, antara lain karena faktor psikologi merka setelah perceraian kedua orang tuanya," terang Harsono saat mempertahankan desertasinya tersebut.

Disertasi yang berjudul “Pola Kehidupan Keluarga Cerai dan Dampak Psikologis terhadap Siswa” mengupas sebuah keluarga yang pada kenyataannya, tidak terlepas dari adanya permasalahan rumit yang disebabkan oleh perilaku-perilaku yang didominasi oleh nafsu. Jika persoalan tersebut tidak dapat dicarikan solusinya, akan menyebabkan terjadinya perceraian, dan hal ini akan berdampak pada psikologis anak.

Diakuinya, keluarga yang bercerai memang menunjukkan sering terjadinya perseteruan dan pertengkaran. Kehidupan keluarga cerai juga menunjukkan pola asuh yang cenderung bersifat otoriter.

“Adapun dampak perceraian adalah tidak terpenuhinya kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan serta kebersihan bagi anak-anaknya. Selain itu, anak-anak juga kehilangan rasa aman dan kasih sayang, sehingga mempengaruhi psikologi mereka, dan pada akhirnya berdampak pada prestasi belajarnya,” terangnya.

Untuk menghindari perceraian, Sumarso yang telah menjadi lulusan ke-5 dari angkatan pertama Program Doktor UMY ini, merekomendasikan beberapa hal, antara lain setiap keluarga harus dapat menciptakan rasa saling mencintai, menghargai, menghormati, dan mempercayai. Orang tua juga harus menjalin kedekatan dengan putra-putrinya, dengan menerapkan pola asuh yang tepat dan sesuai dengan perkembangannya.

“Semuanya juga harus berupaya untuk saling menghindari sikap-sikap tidak simpatik, tidak bertanggungjawab, perseteruan, sering marah, dan melakukan selingkuh,” terangnya. Sumarso sendiri dinyatakan lulus secara memuaskan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement