REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN -- Intervensi militer Prancis di Mali segera berakhir. Pengambilalihan operasi militer akan diserahkan ke militer gabungan negara-negara Afrika Barat (ECOWAS).
Namun belum diputuskan kapan pergantian komando tersebut dilaksanakan. Pemimpin ECOWAS bersama Prancis berkumpul di Ibu Kota Pantai Gading, Sabtu (19/1). Mereka membahas estafet komando invansi militer dan pendanaan perang di Mali.
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius mengatakan, ''kami (Prancis) tidak bermaksud menggantikan peran ECOWAS,'' seperti dikutip Reuters, Ahad (20/1). Ia menegaskan negaranya tidak punya niat menyapu pekarangan orang lain.
Mali, ujarnya memiliki legitimasi kuat untuk mempertahankan pemerintahannya. Dia mengatakan negara-negara tetangga punya misi perbantuan militer dan keuangan yang sama. Fabius mendorong negara-negara donor, untuk memberikan komitmen serupa.
Sebuah konfrensi internasional di Ethopia, akhir pekan nanti memastikan pembiayaan aksi militer ECOWAS di Mali. Fabius mengatakan, Prancis sudah cukup menjadi negara pembuka serangan.
Selanjutnya, ujar dia adalah tanggung jawab ECOWAS untuk menyisir sisa-sisa perlawanan kelompok bersenjata. ''Pekerjaan selanjutnya akan diteruskan pasukan lain. Jika tidak, kita tidak lagi mendengar negara bebas yang disebut Mali,'' ujar Fabius.
Prancis menjadi negara pembuka serangan ke Mali. Aksi militer tersebut adalah jawaban atas permintaan pemerintahan di Bamoko. Negara di Afrika Barat itu, terancam runtuh lantaran aksi komplotan pemberontak. Mali adalah bekas koloni Prancis.
Serangan udara dilakukan sejak Jumat (11/1), dan telah menewaskan sedikitnya seratus pemberontak. Serangan juga memaksa ratusan ribu penduduk sipil di beberapa wilayah di Mali mengungsi.