REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Wacana memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta bukan barang baru. Beberapa tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengemukakan skenario perpindahan tersebut.
Staf khusus presiden Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai mengatakan pemerintah serius menyikapi pandangan publik dan ikut mempertimbangkan daya dukung Jakarta yang berat.
“Dalam konteks ini, Presiden SBY pernah menawarkan tiga scenario perpindahan ibukota,” katanya, Ahad (20/1). Ia mengatakan sejak akhir 2009 lalu Presiden SBY terbuka dan tidak tabu untuk berdiskusi atas wacana perpindahan ibukota negara.
Penegasan Presiden untuk terbuka berdiskusi pemindahan ibukota negara pernah disampaikan di Palangkaraya, 2 Desember 2009 lalu di acara Rapat Kerja Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).
Kala itu, menurut Presiden, Jakarta tidak bisa lagi menampung interaksi manusia dan lingkungannya. Dalam memutuskan kebijakan ini, diperlukan langkah yang bersifat teknokratis dan langkah politik sebagai agenda kolektif dari seluruh komponen bangsa.
“Hal ini sebagai langkah visioner, terobosan, sekaligus thinking outside the box bagi masa depan Indonesia,” katanya.
Dari situ, lanjutnya, Presiden menawarkan tiga skenario Pemindahan Ibukota Negara pada Agustus 2010 yang perlu didiskusikan oleh publik. Skenario Pertama adalah mempertahankan Jakarta sebagai ibukota, pusat pemerintahan, sekaligus kota ekonomi dan perdagangan.
“Pilihan atas opsi ini berkonsekuensi pada pembenahan total atas soal macet, banjir, transportasi, permukiman, dan tata ruang wilayah,” katanya.
Skenario kedua, membangun ibukota yang benar-benar baru. Kata Presiden SBY waktu itu, lanjut Velix, perlu dibangun ‘totally new capital’.
Sedangkan Skenario Ketiga, ibukota tetap di Jakarta, namun memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi lain. Atas tiga skenario itu, Presiden SBY mengajak semua komponen bangsa untuk membahas secara terbuka, matang, dan komprehensif atas wacana ini.
Karena itu, kebijakan perpindahan ibukota dan/atau pergeseran pusat pemerintahan harus menjangkau strategi jangka panjang bangsa.