Senin 21 Jan 2013 09:37 WIB

Baterai Dreamliner Bermasalah

Rep: Friska Yolandha/ Red: Fernan Rahadi
Boeing 787, Dreamliner
Boeing 787, Dreamliner

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Investigator keamanan Amerika Serikat mengesampingkan alasan kelebihan tegangan sebagai penyebab terbakarnya baterai pada Boeing 787 Dreamliner yang dioperasikan Japan Airlines Co (JAL). Mereka mengatakan akan memperluas penyelidikan untuk melihat pengisi ulang baterai dan unit daya tambahan jet tersebut.

Pekan lalu pemerintah di seluruh dunia meminta maskapai penerbangan mereka mengandangkan Dreamliner setelah adanya masalah pada baterai ion-litium Boeing 787 milik maskapai Jepang All Nippon Airways Co (ANA). Masalah pada baterai ini membuat pesawat tersebut terpaksa mendarat darurat di Jepang bagian barat.

Sejumlah besar peneliti dan eksekutif Boeing bekerja sepanjang waktu untuk menentukan apa yang menyebabkan insiden yang terjadi. Dalam pernyataan yang dirilis Federal Aviation Administration (FAA) disebutkan penyebab kebakaran yang terjadi adalah bahan kimia yang terdapat di kompartemen listrik pesawat.

Reuters melaporkan belum ada jawaban yang jelas tentang akar penyebab kebakaran baterai yang dialami Boeing 787. Namun pernyataan US National Transportation Safety Board (NTSB) telah menghapus satu jawaban yang dikemukakan oleh investigator Jepang, yakni kelebihan tegangan pada baterai.

Hal tersebut juga menggarisbawahi kompleksitas dalam investigasi sistem baterai yang mencakup produsen baterai di seluruh dunia. Kemungkinan hal tersebut juga akan menunjuk pada masalah desain baterai yang akan memakan waktu lebih lama untuk memperbaiki daripada menukar baterai yang rusak.

"Pemeriksaan data penerbangan dari JAL B-787 mengindikasikan auxiliary power unit (APU) baterai tidak dirancang untuk tegangan lebih dari 32 volt," ujar pernyataan NTSB, Ahad (20/1) waktu setempat.

Akhir pekan lalu seorang pejabat keamanan Jepang telah menyatakan listrik yang berlebihan telah membuat baterai Dreamliner milik ANA panas. Hal itulah yang membuat pesawat tersebut terpaksa melakukan pendaratan darurat.

Investigator AS akan memeriksa baterai ion-litium bertenaga APU milik maskapai JAL dan beberapa komponen lain yang dikeluarkan dari pesawat, termasuk bundel kawat dan papan sirkuit baterai. Penyidik akan melakukan serangkaian tes untuk mengunduh memori nonvolatile dari kontroler APU di Tuscon, Arizona.

Pabrikan pembuat charger dari inggris Secureplane Technologies Inc bersama perusahaan pembangun unit daya tambahan pesawat United Technologies Corp mendukung penuh penyidikan AS. Keputusan NTSB untuk terbang ke Inggris memicu pertanyaan baru tentang keamanan baterai ion-litium yang menjadi fokus investigasi.

Boeing 787 merupakan pengguna agresif teknologi baterai ion-litium. Pada pengujian 2006 FAA telah menyetujui penggunaan baterai jenis ini pada pesawat dengan kondisi tertentu.

"Baterai ion-litium secara signifikan lebih rentan terhadap kegagalan internal yang diakibatkan dari peningkatan suhu dan tekanan," begitu pernyataan FAA pada 2006 ketika mengizinkan pesawat Airbus menggunakan baterai tersebut untuk sistem pencahayaan.

Sementara itu Japan Transport Safety Board menyatakan akan mempertimbangkan hasil penyelidikan AS. "Tidak ada lagi yang bisa saya tambahkan karena kami belum memulai penyelidikan pada baterai di sini," ujar Kepala JTSB Hideyo Kosugi. Menurutnya investigasi NTSB telah lebih dulu dilakukan sementara JTSB belum mengambil CT scan dari baterai yang ada.

Kosugi menambahkan kedua baterai yang bermasalah telah diamankan di Bandara Haneda Tokyo. Baterai akan dipindahkan sampai pihak berwenang memutuskan untuk melakukan penyelidikan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement