REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Maraknya kasus penggunaan jasa joki untuk masuk perguruan tinggi semakin sulit terkontrol. Karena itu, pemerintah harus mempunyai undang-undang (UU) khusus sebagai landasan hukum yang mengatur perkara tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Satuan (Kasat) Resor Kriminal (Reskrim) Polres Sleman, Ajun Komisaris Polisi Heru Muslimin. Sebab, menurutnya, akan sulit menjerat pelaku joki tersebut bila unsur pidananya belum terpenuhi.
"Akhirnya, kami hanya memberlakukan sistem wajib lapor terhadap pelaku," kata Heru saat dikonfirmasi baru-baru ini.
Bila ada acuan hukum yang diatur oleh UU, tanpa memenuhi unsur pidana sekalipun, pelaku joki dapat langsung dikenakan sanksi yang sesuai. Dengan begitu, ada efek jera yang ditimbulkan.
Seperti halnya, dugaan kasus joki di kampus UII Yogyakarta saat ujian masuk Fakultas Kedokteran, Minggu (13/1) lalu. Dia menyebutkan, dalam hal ini, pelaku tidak bisa dijerat sebagai tersangka.
Alasannya, Heru mengatakan, Joki tersebut belum sempat menyebarkan jawaban tes itu. Padahal, Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Universitas Islam Indonesia (UII) sudah mendapatkan bukti dan keterangan dugaan peserta tersebut sebagai joki.
"Namun, tetap saja, karena unsur pidananya tidak terpenuhi, kami tidak bisa menahannya," ucapnya.
Karena dia menilai, dalam kasus ini, pelaku belum sempat mentransfer jawabannya. Kemudian, bila ingin dikenakan jeratan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Heru menyatakan, pihaknya juga tidak bisa menetapkannya sebagai tersangka. Pasalnya, peran pelaku bukan sebagai hacker.
Alternatif Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Identitas, menurutnya juga tidak mungkin dikenakan pada joki tersebut. Lantaran, dalam aksinya si pelaku menggunakan identitas asli.
Menurut Heru, modus yang dipakai pelaku yakni, mengirimkan hasil jawaban melalui telepon seluler ke operator di luar kampus. Lantas, operator tersebut yang kemudian mentransfer jawabat ke konsumen mereka.
"Namun sayangnya, Joki ini, tidak mengenal sang operator tersebut," katanya.
Sebelumnya, Rektor UII Edy Suandi Hamid mengatakan, adanya praktek perjokian di kampusnya memang kerap kali terjadi. Terlebih, saat tes masuk Fakultas Kedokteran yang dinilai menjadi salah satu favorit studi mahasiswa.