REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan nasional mulai merata menggunakan kartu ATM atau debet berbasis teknologi chip pada 2016 nanti. Teknologi chip dibutuhkan untuk mengurangi tingkat kecurangan atau fraud pada kartu kredit.
"Pada 1 Januari 2016, semua bank harus menggunakan chip," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas kepada Republika di Jakarta, Rabu (23/1). Kondisi fraud yang dimaksud seperti terjadi sebelum 2010 lalu di mana ATM perbankan yang beroperasi banyak dibajak (hack).
Semua perbankan sudah mengantongi izin pengaplikasian teknologi ini. Berikutnya, kata Ronald, bank akan memasukkannya ke dalam rencana bisnis tahunan.
Direktur Sistem Pembayaran dan Akuntansi BI, Boedi Armanto, mengatakan pada 2009, kasus kecurangan pada kartu kredit mencapai 110 ribu kasus. "Ketika teknologi chips mulai diaplikasikan pada 2010, jumlah kecurangan turun drastis menjadi 18 ribu kasus," katanya di tempat terpisah.
Teknologi chips akan memberi jaminan keamanan pada transaksi pembayaran nasabah perbankan. Berdasarkan data BI, nilai nominal transaksi bayar membayar terbesar di BI dalam 'sistem real time gross settlement' (RTGS) meningkat hingga tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Akhir 2012, nilai nominal transaksi melalui RTGS mencapai Rp 404 triliun per hari. Jumlah ini meningkat 187 perseb dibandingkan Rp 141,9 triliun per hari pada 2009.
Pada sistem pembayaran ritel, terutama yang menggunakan kartu debit dan kredit, nilai transaksi hariannya meningkat hingga 50 persen dari 2009. Angkanya berdasarkan data akhir 2012 lalu mencapai Rp 8,8 triliun per hari.
Total kartu kredit, kata Boedi, jumlahnya juga kian meningkat, dari 56 juta kartu pada 2009 menjadi 92 juta kartu pada 2010. Sedangkan kartu elektronik, jumlahnya meningkat dari tiga juta kartu pada 2009 menjadi 21 juta kartu pada 2012.