REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof Dr KH Ali yaqub MA mengatakan memaknai peringatan maulid Nabi Muhammad saw harusnya dimaknai bagaimana umat Islam mencontoh akhlak nabi saw, bukan memperingati hari kelahirannya.
'Harus dimaknai bagaimana kita meneladani prilaku Nabi Muhammad saw, baik kita sebagai seorang ayah, seorang suami atau sebagai seorang pemimpin,'' jelas Ali Yaqub kepada Republika.co.id Kamis (24/1).
Sebagai seorang pemimpin, kata pakar hadis ini, Rasulullah saw adalah orang yang tidak mementingkan diri sendiri dan keluarga bahkan kelompoknya. Rasulullah saw adalah orang yang sangat mementingkan umatnya.
Salah satu contohnya, kata Pimpinan Pesantren Luhur Hadis Darussunnah Ciputat ini, Nabi Muhammad saw mengharamkan diri dan keluarganya menerima dan memakan zakat. Zakat diperuntukkan terutam bagi kaum fakir miskin.
Sebagai seorang pemimpin, kata Ali Yaqub, Rasulullah saw sangat tegas menegakkan supremasi hukum, tanpa terkecuali kepada keluarganya.''Rasuluillah saw dengan tegas mengatakan, 'Seandainya Fatimah anak Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya.''
Jadi, dalam penegakan hukum, Rasulullah saw tidak pernah tebang pilih dan pandang bulu. ''Siapa saja yang bersalah, tanpa terkecuali keluarganya, harus dikenakan sanksi yang tegas.''
Perlunya para pejabat dan pemimpin Indonesia meneladani Rasulullah, juga diungkapkan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa Timurr, Prof Dr Imam Suprayogo.
Menurut Imam, peringatan maulid Nabi Muhammad saw bagi pejabat dan pemimpin yang seharusnya ditangkap adalah jiwa kepemimpinan Rasulullah saw. Sekalipun Nabi Muhammad saw pernah berdagang, tapi tidak pernah tampak menggunakan jiwa dagangnya dalam memimpin.
''Seorang pedagang selalu menghitung untung rugi dari sudut materi. Nabi saw tidak melakukan itu. Nabi bahkau mau sengsara, rugi dan berkorban untuk membela umatnya,'' jelas Imam.
Nabi juga tidak sekadar memberi perintah, tapi juga menjalaninya sendiri. Nabi juga tidak saja memberi arahan, tapi juga menunjukkan cara melakukan perintah itu dengan kasih sayang.
''Tentu kejujuran, keadilan, keikhlasan dan kesabaran nabi harus ditangkap dan dijadikan pedoman dalam menjalankan kepemimpinannya,'' jelas Imam Suprayogo menambahkan.
Pimpinan Pesantren Tahfid Daarul Quran Ketapang, Tangerang, Banten Ustadz Yusuf Mansur menyayangkan masih banyaknya umat Islam yang belum meneladani kepemimpinan Rasulullah saw.
''Emang keteladanan kepemimpinan Rasul, nggak dipake oleh tidak sedikit pemimpin dan pengusaha di negeri ini, tapi juga barangkali oleh para ustadz dan kyai, termasuk saya belum meneladani kepemimpinan Rasulullah saw,'' ujar Ustadz Yusuf Mansur kepada Republika.co.id Kamis (24/1).
Dalam memimpin, dalam bekerja, dalam bertugas, dalam berkeluarga, dalam bertetangga, berkawan dan bermuamalah masin banyak di antara umat Islam yang belum meneladani Rasulullah saw.
Diantara sebabnya, kata dai kelahiran Betawi ini, karena nggak tahu banyak tentang Rasulullah saw. ''Saya sendiri sebagai seorang ustadz, benar-benar nggak terlalu banyak hingga cukup bagi saya meneladani Rasulullah saw.''
Sampai hari ini, kata Ustadz Yusuf Mansur, ia masih terus berjuang belajar pribadi Rasulullah saw.''Lha, gimana kalo yang sudah berhenti belajar tentang Rasulullah saw? Makin parah lagi bisa-bisa.''
Karena itu, Ustadz Yusuf Mansur mengajak umat Islam Indonesia untuk terus berjuang mempelajari pribadi Rasulullah saw. ''Tapi saya percaya, tidak sedikit pula dari umat Islam yang sudah mendekati dan mengikuti Rasul: kejujuran, kesederhanaan, ibadah dan yang lainnya,'' ujarnya penuh syukur.
n