REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- AJI Indonesia diundang Internasional Federation of Journalist (IFJ) Asia Pasifik untuk menjadi pembicara dalam pertemuan jurnalis internasional di Pakistan, membahas masalah "Demokrasi dan Keselamatan Jurnalis". Hal tersebut disebabkan pers Indonesia dinilai berhasil dalam mengelola isu konflik dan terorisme.
"Mereka (IFJ Asia Pasifik) meminta AJI Indonesia untuk menjadi pembicara dalam forum tersebut, karena AJI dan pers Indonesia pada umumnya, dinilai berhasil dalam mengelola isu-isu konflik, terutama yang berkaitan dengan masalah ekstremisme agama," ungkap Ketua AJI Indonesia, Eko Maryadi di sela acara Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) di Malang, Jawa Timur, Sabtu (26/1) malam.
Pertemuan jurnalis internasional merupakan kegiatan tahunan yang kali ini diselenggarakan di Pakistan, oleh Aliansi Jurnalis Pakistan yang berafiliasi di bawah payung IFJ, pada 8-15 Februari.
Dijelaskan, isu demokrasi dan keselamatan jurnalis menjadi tema sentral dalam kegiatan tersebut karena kasus kekerasan di salah satu negara di wilayah Asia Selatan itu tergolong sangat tinggi.
Dalam kurun dua tahun terakhir ini saja, kata Eko, data IFJ menyebut setidaknya telah terjadi pembunuhan terhadap 14 orang jurnalis di Pakistan.
Kekerasan di negara yang menjadi salah satu hotspot ektremisme agama tersebut bahkan tersebar di berbagai wilayah negara tersebut, mulai di Islamabad, Karachi, Kandahar, dan sejumlah daerah lainnya.
"Teman-teman dari Aliansi Jurnalis Pakistan memandang Indonesia cukup berhasil dalam mengelola isu-isu terorisme, termasuk medianya, sehingga akan menjadi teladan dalam pengelolaan isu serupa di negara mereka," terangnya.
Salah satu parameter keberhasilan AJI dan pers Indonesia dalam pengelolaan isu ekstremisme dan terorisme adalah tidak terjadinya eskalasi konflik.
Menurut Eko, meski AJI Indonesia memandang sebagian pers nasional masih kurang kritis dalam menginformasikan keterangan-keterangan dari pihak kepolisian, namun di bagian-bagian lain media di Indonesia cukup berhasil dalam memberitakan kejadian terorisme secara berimbang.
Munculnya berbagai ulasan yang membahas sebab-musabab maupun akar yang menyebabkan terjadinya aksi terorisme, serta pemberitaan atas korban ekstremisme agama dinilai mampu ikut meredam terjadinya eskalasi konflik lebih luas.
Menurut Eko, salah satu tips keberhasilan AJI maupun pers Indonesia dalam mengelola konflik atau pun isu berkait ekstremisme adalah komitmen terhadap jurnalisme profesional serta etika.
"AJI dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan anggotanya di seluruh Indonesia agar bekerja dalam wilayah profesionalisme dan beretika. Ini yang kemudian mendorong sikap para jurnalis untuk tidak semata-mata menonjolkan keterangan-keterangan yang disampaikan kepolisian, tetapi juga berempati dan memberi porsi lebih kepada para korban," katanya menambahkan.