REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Tidak semua pihak mengapresiasi kesuksesan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang menutup lokalisasi Bangunsari.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Kerja (Pokja) Penanganan HIV/AIDS wilayah Bangunsari masih pesimistis kesuksesan cara penutupan lokalisasi dengan memberi santunan sosial dan memulangkan para wanita harapan tersebut.
Ketua Pokja HIV/AIDS wilayah Bangunsari, Asih mengungkapkan, kekhawatirannya apabila penanganan mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) ditempuh dengan cara seperti itu. Hal itu dikarenakan, banyak dari mantan PSK tersebut, sudah mengidap HIV/AIDS dan dalam masa pemantauan dari penggiat HIV/AIDS di lokalisasi.
"Kalau asal dipulangkan, sedangkan mereka membawa penyakit ini. Maka akan menjadi masalah di daerah," ujar Asih kepada Republika, Rabu (30/1).
Karenanya, ia menyayangkan tindakan Pemkot yang dinilainya tidak melihat latar belakang kondisi kesehatan mantan PSK. "Ada beberapa mantan PSK yang dalam pengawasan kami, lolos karena sudah terlanjur dipulangkan."
Untuk itu, Asih meminta kepada Pemkot Surabaya segera melakukan pendataan lebih detail, kepada mantan PSK yang akan dipulangkan di beberapa wilayah lokalisasi lainnya.
Langkah ini, jelas dia, agar mengantisipasi penyebaran HIV/AIDS ke beberapa daerah dan desa asal PSK. Terlebih desa tersebut, mereka menikah atau bahkan berhubungan seks lagi. Padahal belum tentu di wilayah itu ada penanganan terpadu HIV/AIDS.
Selain itu, terkait dengan pemberian dana sosial sebesar Rp 3 juta. Asih juga mengungkapkan, banyak dari mereka yang hanya menerima dana sosial tersebut.
Akan tetapi mantan PSK itu pulang hanya formalitas semata. "Beberapa ada yang menghubungi saya, kalau ia kembali ke Surabaya dan pindah lokalisasi lain, seperti Moroseneng," ungkapnya. Mereka merasa penutupan ini hanya seremonial. "Dan akhirnya yang terjadi hanya kucing-kucingan."