REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Muhammad Mursi membatalkan berlakunya jam malam di tiga zona kerusuhan di Mesir. Kebijakan tersebut menyusul hasil dialog nasional pertama, yang dilakukan pemerintah untuk meredam kerusuhan di Mesir baru-baru ini.
Mursi memberikan kewenangan bagi gubernur di Provinsi Port Said, Suez dan Ismailiyah untuk meringankan atau membatalkan aturan represif tersebut.
''Aturan itu boleh dibatalkan,'' kata Juru Bicara Presiden, Yasser Ali, Selasa (29/1), seperti dikutip Egypt Independent, Rabu (30/1). Kata dia, sebenarnya aturan jam malam itu hanya mencegah prilaku bar-bar kelompok tertentu.
Pemerintah dikatakan dia tidak pernah melarang bentuk demonstrasi, dan penyampain kritik secara damai. Akan tetapi situasi belakangan memaksa lain.
Ahram mengatakan masukan dan saran tokoh nasional kepada presiden manjur memberikan arah positif bagi stabilitas dan keamanan dalam negeri.
Keputusan presiden kali ini dikatakan tepat. Mursi menetapkan status darurat di tiga provinsi sepanjang Terusan Suez, selama sebulan, terhitung sejak Senin (28/1).
Langkah itu menyusul bentrokan parah antara sipil dan satuan keamanan yang terjadi di Provinsi Port Said, saat Jumat (25/1) lalu.
Kerusuhan bermula saat pengadilan di wilayah timur laut ibu kota itu memvonis mati 21 terdakwa pembunuhan dalam bentrokan sepak bola tahun lalu. Bentrokan tak terhindar dan meluas.
Massa tidak setuju dengan vonis tersebut. Tercatat sedikitnya 60 orang tewas. Dua diantaranya adalah personil polisi.